Rabu, 23 April 2014

Novel Review (Twilight Series) by My Student, SMAK 6 Penabur Felicia

Vampires, Romance, and Combats of Twilight Fantasy

A mixture of vampires, romance, and combats equal to “Twilight Saga”. These four-sequel books are named “Twilight Saga”. Meyers, Stephenie Meyers, well-known as the author of “Twilight Saga”, succeed on making this book rose to the top of books chart with 120 million copies in countries. It Starts with the first book, “Twilight”, as a charming immortal creature, a vampire appears in an ordinary Isabella Swan’s life. The vampire, Edward Cullen, is accompanied by others, most likely to be his family. Alice Cullen, the sweet vampire gifted with a special future sight talent, is paired with the newborn vampire called Jasper Cullen. Another loving couple stands in the family is Emmett Cullen, the tough one, and the most elegant among others, Rosalie Cullen. Meanwhile, Carlisle and Esme Cullen are in charge for them and play the parents role. The Cullen family drinks blood, of course, as the natural habit of vampires but they drink animal’s blood rather than human’s. “Twilight” provides a romance story of how an immortal falls hard for a mortal girl, Bella. When Bella moved to Forks, she carried on with life as simple as it took. Not until Edward, her soon to be love of life, appeared and dragged her into an unfamiliar world of immortals. She got on with the new world easily, before the threats came to surface. James, a wild vampire who drinks from humans, came after her. Combats started to flared up as James with his companies, Victoria and Lauren hunted her down. Fortunately, Edward did not let them get to Bella that easy because of their deep and unbreakable love. She also willing to sacrifice things she has, lost contact to her family and takes risks for a trade of his love. With struggles of his family, he won a combat to James and surprisingly, Alice was the one who broke James’ neck off his body and burned him to death. The Cullens took Bella back to Forks and try to covered things up for her good. This book was later manifested into a movie, which attracted many people, from teenagers to adults.

To my opinion, this book is extremely brilliant because it falters my mind-setting of the statement that vampires are a killer and dreadful immortal creatures. It is stated clearly that Edward Cullen, the charming vampire, is a protagonist character of the book. He does not kill human for bloods, he mingles with mortals, and most importantly he aims no harm toward others. Compared to ancient vampire kinds such as vampires from China and vampires from the movie of “Abraham Lincoln, the vampire hunter” which the vampires are zombie look-a-like. We can easily spot the differences among their life style, murder technic, and how they try to survive a life. Meyers has indirectly introduced us, the readers, to a new concept of vampire who can survive among humans with a spark of fantasy.

Alice, the one who murdered the wild vampire, James, declares to us a new side of this book, feminism. The author is a genius according to me because unlike others, she proves that sometimes, women are equal to man or maybe above them. With prove of the part where Alice killed James, neither Emmett nor Jasper, simply took the point that women can be the hero of the combats, not only man.

Now, by analyzing the way Alice killed James, we can find a new method of murder by vampires. In old times, ancient vampires tend to killed humans because of urge to drink bloods, by biting human’s neck and suck the bloods. This book tells us a different method of murder which is by breaking their neck and burn them. This kind of murder which was done by Alice is caused by threats not by the urge to satisfy their needs of blood. I find this very unique because I have never found anything like this before in other vampire books or movies. It becomes the signature of this book with no doubt.

From Bella’s point of view, the love she is willing to sacrifice for is undoubtedly strong considering the fact that this love is intertwined between an immortal, vampire and mortals which can be called human. In the following sequel of “Twilight Saga”, their relationship only grows stronger although obstacles are there just to interrupt it. Even Bella sacrifices her own body to maintain the love of her and Edward that later will be born and claimed as their half mortal and half immortal daughter. She takes risks, lost contact to her family and fight for their love whenever she needs to. This comes to my mind, “why don’t we take an example of her character and implement it in daily life?” so, why don’t we try?

Words by words have been written and my applause is addressed to her honor, Stephenie Meyers. She is brilliant because of her effort of making a story consists of vampires, romance that is heart-melting, and combats or we may call battles with brand new concept of views. It describes in the characters which are rarely found in other fantasies and the plot twist itself. My recommendation goes out there to reach new readers, you will not regret, I guarantee you.

Jumat, 18 April 2014

Kegagalan mengikuti PPAN tahun 2014

Terihitung sejak pertengahan maret 2014, saya mengurangi atau bahkan menghentikan aktifitas penulisan skripsi saya untuk satu tujuan. Yakni mempersiapkan segala sesuatu untuk mengikuti seleksi PPAN (Pertukaran Pemuda Antar Negara) yang di laksanakan oleh Kementrian Pemuda dan Olah Raga Indonesia. Dalam hal ini, para pemuda Indonesia dapat mengikuti seleksi ini di daerah provinsi masing-masing selagi usia yang diminta memenuhi kriteria yang diminta. Saya, adalah salah satu dari sekian pemuda di Indonesia yang juga sangat antusias untuk mengikuti seleksi program ini. Karena KTP saya beralamatkan di Lampung, maka saya pun harus pulang ke Lampung demi mengikuti seleksi ini karena saat ini saya sedang menuntut ilmu di Jakarta.

Oh iya, alasan saya menceritakan kembali momen-momen ini adalah karena untuk meluapkan sedikit perasaan saya karena kegagalan saya mengikuti tes seleksi program ini. Yang berakibat, saya belum bisa move on untuk kembali mengejar target utama saya, yakni menyelesaikan skripsi. Saya sadar, ini bukan semata-mata kesalahan program itu sendiri, melainkan juga kesalahan diri saya yang tidak bisa mengendalikan emosi untuk bisa kembali move on mengerjakan hal-hal penting yang harus saya selesaikan dalam waktu dekat ini. Maka dari itu, saya menuliskan pengalaman saya mengikuti seleksi program ini dengan tujuan utama agar perasaan kecewa saya dapat ikut hanyut bersama huruf demi huruf yang saya tuliskan di blog ini, dan mudah-mudahan setelah selesai menuliskan cerita ini, saya dapat kembali fokus menyelesaikan skripsi saya yang tertunda sudah cukup lama. Amin, :)

Pergi dan belajar ke luar negeri adalah salah satu dari target dari mimpi-mimpi saya yang selalu saya tanamkan di otak saya. Berbagai program telah saya ikuti untuk mewujudkan mimpi saya ini, namun Tuhan masih belum berkehendak untuk mengabulkan mimpi saya ini sekarang. Saya yakin Tuhan punya rencana lain dibalik semua ini. :-)

Berawal dari melihat kakak-kakak tingkat saya yang telah lolos untuk mengikuti program PPAN ini sebelumnya, seperti Grace yang berangkat ke China dan Anais yang berangkat untuk mengikuti program pertukaran pemuda ke Kanada mewakili propinsi masing masing, Jakarta dan Jawa Barat. Ditambah lagi, salah satu sosok inspirator saya sejak SMA, Mas Suprayogi, yang juga berangkat tahun sebelumnya mewakili propinsi Lampung ke ASEAN Jepang. Wah, luar biasa sekali mereka. :)
Mereka pasti sangat bangga sekali karena berhasil mewakili propinsi mereka masing-masing dan menjadi duta negara di negeri orang. Super sekali! Berangkat dari situ, kemudian saya mulai mencari-cari informasi dari web PCMI Lampung dan juga bertanya-tanya dengan Mas Yogi tentang informasi seleksi berikutnya yakni seleksi PPAN tahun 2014.

Beberapa hari kemudian, keluarlah pengumuman untuk pengadaan seleksi pemuda untuk program PPAN tahun 2014. Saya sangat antusias sekali menunggu pengumuman ini. Dan ternyata, Lampung masih kebagian kuota untuk putera, namun hanya ke satu negara, yakni Korea Selatan. Karena tahun 2013, Lampung mendapatkan kuota 4 orang untuk putera dan 1 orang puteri, jadi tahun 2014 diadakan sistim roling dimana putera mendapatkan tempat terbatas. Tak apalah, fikirku. Negara manapun, yang penting bisa ke luar negeri dan menjadi duta negara. Maka dari itu, saya mempersiapkan segala sesuatunya untuk mengikuti seleksi berkas. Setelah saya pahami semua berkas yang diminta, ada 1 berkas yang saya miliki. Yakni sertifikat TOEFL. Padahal, waktu pembukaan pendaftaran sangat terbatas dan juga untuk megeluarkan sertifikat toefl, harus memakan waktu 7 hari kerja. Tentunya, saya grusak grusuk untuk segera tes teofl hari itu juga mengingat waktu pendaftaran yang sangat mepet. Semua lembaga penyelenggara TOEFL ITP saya hubungi. Namun naas, semua lembaga sudah menutup pendaftaran karena saya harus mengikuti test TOEFL keesokan harinya. Jadi, kebanyakan lembaga sudah fullseats. Walhasil, saya menelpon satu lembaga lagi yang sebenarnya sudah menutup pendaftaran online seperti yang tertera di web milik lembaga tersebut. Namun, saya tetap menghubungi nomor telpon yang tertera di web tersebut. Setelah mengeluarkan bahasa-bahasa yang diplomatis, akhirnya pihak admin lembaga mengizinkan saya untuk tes esok hari karena ada 1 seat kosong disebabkan orang tersebut tiba-tiba membatalkan untuk tes di hari itu. Plong! Kemudian keesokan harinya saya mengikuti tes TOEFL ITP, dan hasilnya pun cukup memuaskan untuk seorang pemula meskipun skornya tidak begitu besar. :) Alhamdulilaaahhh

Tidak berhenti sampai disitu, para peserta seleksi diwajibkan untuk menguasai satu atau lebih kesenian daerah Lampung. Seperti tari, musik, lagu, dll. Mati! saya sama sekali buta tentang kesenian Lampung.Setelah berkonsultasi dengan mas Yogi, saya dianjurkan untuk bisa menari. Alahmaaakkk, mana pernah terbayang dalam diri saya untuk bisa menari. Selain itu, tubuh besar saya ini sangat tidak mendukung untuk menjadi seorang penari. Tapi demi lolos seleksi PPAN, saya akan berusaha semaksimal mungkin. Setelah berkas terkumpul lengkap, saya pun mengirimkan dokumen lengkap tersebut ke kantor dispora Lampung melalui jasa TIKI. Sambil menunggu waktu pengumuman seleksi berkas, saya pun mulai latihan menari Bedana. Yakni salah satu tarian daerah Lampung. Pagi, siang, sore, malam, waktu saya habiskan untuk berlatih menari. Satu yang ada di fikiran saya saat itu. Saya pasti bisa! Keberhasilan akan datang bagi seseorang yang mau berusaha melewati batas normal, beyond the limit! Tak tanggung-tanggung, saya pun mengundang teman saya di kampus yang merupakan penari handal, khusus untuk mengajarkan saya gerakan demi gerakan dari tari bedana tersebut, agar setidaknya enak dilihat ketika saya yang membawakan tarian tersebut. Ngos-ngosan! hehe. . .Tapi tak apalah, demi menjadi seorang duta negara, tentunya apapun akan saya lakukan agar saya bisa menari. Dan hasilnya, saya bisa menguasai semua gerakan tari Bedana kreasi tersebut. Fyuhh, perjuangan yang melelahkan untuk bisa menari bagi orang yang memiliki badan besar seperti saya. :')

Hari dimana hasil seleksi berkas diumumkan pun tiba. Setelah membuka website PCMI Lampung, Alhamdulilah, saya lolos untuk seleksi berkas. Malamnya, saya langung berangkat pulang ke Lampung untuk mengikuti seleksi di kantor dispora di Teluk Betung, Bandar Lampung. Saya pun menumpang menginap di rumah orang yang sangat berjasa bagi hidup saya, yakni Rahman. Dia adalah  salah satu teman saya dulu pada saat saya masih kuliah di IAIN Lampung. Dia menjadi sang mesiah saya pada saat itu. Tanpa pertolongan dia, saya tidak tahu harus numpang nginap dimana selama saya mengikuti tes di dispora Lampung. Saya tiba di pool Damri Tanjung Karang tepatnya di sebelah stasiun pada pukul 05.00 pagi. Belum ada angkot sepagi itu untuk menuju rumah Rahman. Namun, seperti namanya, Rahman yang berarti pengasih, rela menjemput saya sepagi itu ke pool padahal malamnya dia belum tidur karena seusai menonton sepak bola. Baik sekali dia.:)

Setelah tiba di rumah Rahman, saya pun beristirahat melepaskan lelah karena perjalanan yang cukup melelahkan dari Jakarta-Lampung. Tidak hanya sampai disitu, siangnya, rahman mengantarkan saya keliling B. Lampung untuk mencari tempat penyewaan baju adat. Walaupun tidak diwajibkan oleh panitia seleksi, tapi pakaian adat Lampung ini saya gunakan untuk mendukung performa saya untuk unjuk bakat menari keesokan harinya, yakni pada saat seleksi. Saya yakin, persiapan yang matang adalah 50% dari sebuah keberhasilan. 50% nya lagi adalah usaha kita. Puluhan tempat penyewaan kami datangi, dan akhirnya mendapatkan tempat yang sesuai dengan kantong saya pada saat itu karena ditempat lain sangat mahal tarifnya untuk ukuran saya. Tanpa menunjukkan rasa penyesalan, rahman pun dengan ikhlas mengantarkan saya untuk mengelilingi B, Lampung untuk mendapatkan baju adat tersebut. Dia benar-benar pahlawan bagi saya pada saat itu.

Keesokan harinya, seleksi pun dimulai. Pukul 07.00 pagi saya sudah berada di kantor dispora Lampung. Tentunya, Rahman yang mengantarkan saya pagi pagi sekali. Persiapan saya sangat mantp sekali. Mulai dari baju adat yang sudah saya siapkan, lembaran-lembaran materi untuk tes tertulis, dan juga Speaker aktif yang besarnya se Tas samping merek Simbada turut saya bawa untuk saya gunakan pada saat tes kemampuan seni.  1 tas gendong dan 1 tas samping yang berisi speaker aktif menghiasi diri saya yang persis seperti orang yang akan backpackeran. tes pertama pun akan segera dimulai, yakni tes tertulis. Setelah proses seleksi dibuka secara resmi oleh bapak Kadispora Lampung, seleksi tertulis pun dimulai. Sebelumnya, saya sempat berdecak kagum melihat beberapa panitia seleksi yang merupakan alumni dari program PPAN sebelumnya. Ada Rizkur, Mario, Tiara, dan juga Mas Yogi yang mengenakan Attire mereka masing-masing sebagai tanda bahwa mereka adalah duta Negara yang tahun lalu pernah berangkat ke negara tujuan masing masing. yakni Australia, Malaysia, Kanada, dan ASEAN Jepang. Wah, gagah segali mereka. Sudah terbayangkan oleh saya, ketika saya mengenakan Attire itu, saya pasti akan terlihat gagah sekali. Hal tersebut menambah semangat saya untuk mengikuti seleksi tertulis yang akan segera diumulai.

Tes tertulis pun dimulai. Soal terdiri dari 15 items kalau tidak salah, dan semuanya essay. Dan parahnya, waktu yang diberikan hanya 45 menit. Fyuhh, disini dituntut kecepatan, ketelitian, dan kemampuan untuk mengemas sebuah jawaban yang panjang lebar hanya menjadi beberapa kalimat saja. Saya pun mulai mengerjakan dan menjawab pertanyaan-demi pertanyaan yang tertera di lembar soal tersebut. 45 menit pun berakhir. Semua peserta diharapkan meninggalkan ruangan tes karena tempat akan disterilisasi. Waktu luang ini aku sempatkan untuk berkenalan dengan teman-teman para peserta seleksi PPAN yang lain. Dan isinya, sudah ditebak, yakni mereka-mereka yang selalu eksis di perlombaan B. Inggris dimanapun diselenggarakan di Lampung. Yes, this was a reunion. Ga jauh-jauh dari mereka-mereka lagi. Anak-anak eksis sepanjang masa. Selain mereka, juga berkenalan dengan teman-teman baru dengan latar belakang yang luar biasa. Ada yang Muli Lampun (kayak none nya kalo di jakarta), ada yang seniman, ada yang Komika, ada yang tukang hipmotis, dll. Saya senang ngobrol dan bercerita panjang lebar dengan mereka. Ada juga kebanyakan dari mereka yang sudah mengikuti program seleksi ini sampai 2x, 3x, bahkan ke 4 kalinya. Terlihat sekali jiwa pantang menyerah dari mereka-mereka ini. Dibanding dengan saya yang kali pertama baru mengikuti program ini, tentulah mereka lebih mengerti seluk-beluk program ini dari tes-tes yang mereka ikuti di tahun-tahun sebelumnya. Ah, tak apa. Mengingat hanya akan ada 1 putera dan 3 putri yang diambil lolos program ini, keputusan apa pun harus siap dihadapi, "gumamku". Seperti yang kami semua peserta seleksi duga, pengumuman hasil seleksi tertulis memakan waktu seharian dari pagi sampai magrib. Karena ada 68 peserta dan semua soal tes tertulisnya adalah essay dan berbahasa Inggris. Tentu saja memakan waktu lama. Terlihat wajah-wajah cemas penuh harapan dari seluruh peserta seleksi tentang nasib mereka apakah mereka lolos tes tertulis ini atau pun gugur, karena setiap tahapan tes menggunakan sistim gugur. Dan, jeng jeng jeng. Alhamdulilah saya lolos tes tertulis dan dapat mengikuti tes berikutnya yakni wawancara dan unjuk bakat seni budaya. Bagi mereka yang tidak lolos seleksi tertulis, mereka pun meninggalkan tempat seleksi. Haru sekali disana. Kata-kata semangat pun berhamburan disana saat mereka hendak meninggalkan lokasi tes. Saya pun sedih. Tapi saya pun masih harus berjuang mengikuti tes berikutnya yang sudah di depan mata. 

Setelah solat magrib, para peserta seleksi yang tersisa termasuk saya memasuki ruang wawancara yang dibagi pos pos secara bergantian. Saya berada dalam satu grup dengan Rizky dan Ibhul. Di setiap pos kami dilontarkan pertanyaan demi pertanyaan. Kami bertiga pun bergantian menjawab pertanyaan yang dilontarkan panitia. Perdebatan pun tak dapat dihindarkan. Terlihat sekali persaingan diantara saya dan Rizky dalam upaya memberikan jawaban terbaik untuk meyakinkan panitia bahwa kita lah yang terbaik. Perdebatan diantara saya dan Rizky hingga membuat Ibhul mendapatkan sedikit kesempatan untuk berbicara. Hingga saya pun merasa sangat arogan saat itu tidak memberikan celah bagi dia untuk berbicara. Walaupun hakikatnya, kami sedang bersaing mendapatkan 1 kuota untuk putra. Setelah melewati sesi wawancara seputar kepemimpinan, kepribadian, B. Inggris, dan pengetahuan program, para peserta seleksi pun menuju ruang tallent show. Pada giliran saya tiba, saya pun menunjukkan bakat seni yang saya punya seperti yang diminta oleh panitia. Seperti yang sudah saya persiapkan, saya sudah mengenakan pakaian adat Lampung. Dan dugaan saya benar. Saya adalah satu-satunya peserta yang paling lebay karena harus menggunakan pakaian adat pada saat tallent show. Malu sebenarnya. Tapi, saya mempersiapkan ini semua bukan karena untuk sombong. Malainkan untuk menarik perhatian juri, kalau saya sudah mempersiapkan segalanya dengan maksimal. Jadi, ketika nanti saya misalnya gagal, saya tidak terlalu menyesal karena saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya. I have done my best! Bismillah.

Tes untuk tallent show baru dimulai sekitar pukul 09.00 malam. Para peserta masih sangat antusias, walaupun terlihat sekali muka-muka yang kelelahan setelah seharian mengikuti serangkaian tes. Giliran saya pun tiba untuk masuk ruangan tallent show. Sebelumnya beberapa pertanyaan tentang beberapa kesenian yang saya bisa lakukan dan saya menjawab beberapa yang saya bisa dan yang tidak saya bisa. Setelah itu mulailah saya menari, bermain gitar, menyanyi, membaca puisi, dan MC. Semuanya saya lakukan dengan maksimal, walaupun saya yakin panitia para juri mungkin mentertawakan saya. Menari yang asal gerak, bernanyi yang asal teriak, bermain gitar yang asal genjreng, baca puisi yang mirip dengan membaca dongeng, dan ngemsi yang seadanya plegak pleguk. Oh Tuhan, saya sadar akan kelemahan saya. Untuk menjadi duta negara tak hanya knowledge yang dibutuhkan, tapi juga keterampilan. Intinya, harus serba bisa.

Sekitar pukul 00.00 malam, barulah tes tallent show selesai. Hari yang sangat-sangat melelahkan. Para calon duta negara sedang diuji ketahanan mental, fisik, dan kesabarannya. Kasihan sekali melihat para pesrta seleksi wanita yang tengah malam masih bernyanyi, menari, bermain alat musik, tanpa lelah. Huh, keren sekali seleksi ini. Pengalaman yang tak kan pernah terlupakan. Kasihan juga melihat para orang tua yang sudah menunggu di luar gedung untuk menjemput anaknya yang kebanyakn wanita sudah dari jam 08.00. Kurang lebih 4 jam mereka sudah menunggu. Terlihat juga pengorbanan dari seorang ayah yang rela menunggu berlama-lama demi anaknya. Dan saya, saya yang nanti akan dijemput oleh sang mesiah saya, Rahman, juga turut bersyukur mengenal sosok sahabat seperti dia. 

Tes berikutnya adalah FGD atau Focus Group Discussion. Namun, mengingat waktu yang sudah larut, tidak memungkinkan untuk melanjutkan tes ini. Jika tes ini benar-benar di lanjutkan, kira-kira baru akan selesai jam 05.00 subuh keesokan harinya. Mantap sekali! Akhirnya, bapak Kadispora yang masih mengikuti jalannya rangkaian tes ini hingga larut malam pun, memutuskan untuk membatalkan tes FGD. Dan para peserta seleksi diperbolehkan pulang. Tes FGD akan dimasukkan di kegiatan Regional Training, yang merupakan tes puncak dari tahapan-tahapan seleksi PPAN ini. Pengumuman siapa-siapa saja yang lolos tes wawancara dan tallent show dn berhak mengikuti Regional Training akan diumumkan keesokan harinya pukul 15.00. Peserta seleksi pun dibubarkan. Namun, lagi-lagi ada hal luar biasa yang membuat saya berdecak kagum pada masyarakat Lampung. Yakni kebersamaan dan keperdulian. Setiap peserta diminta oleh Bapak Maryadi, staf dispora sekaligus anggota panitia, untuk pulang bersamaan atau konfoy bagi mereka yang tidak di jemput. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keamanan mengingat hari sudah larut malam. Selain itu, mereka yang berkonfoy kebanyakan yang mengendarai roda 2, peserta laki-laki wajib mengantarkan peserta wanita anggota konfoy yang rumahnya searah sampai di depan rumahnya. Dan sisanya, bagi yang tidak di jemput dan tak pula membawa kendaraan, akan diantar oleh bapak-bapak staff dispora menggunakan mbil pribadi mereka sampai di depan rumah. Saya sungguh terkagum-kagum melihat ini semua. Dibalik tanggapan banyak orang kalau orang Lampung itu kasar dan mau menang sendiri, kini seketika terhapus dari benak saya. Orang Lampung itu baik, perduli, dan mengutamakan kebersamaan. Setelah para peserta meninggalkan kantor dispora, saya pun di jemput oleh Rahman tak lama kemudian yang juga rela belum tidur sampai larut malam demi untuk menunggu saya selesai tes. Saya pun tiba di rumah Rahman dengan selamat dan beristirahat karena kegiatan yang begitu melelahkan seharian dari pagi sampai larut malam.

Keesokan harinya, debar-debar kecemasan terus menyelimuti diri saya. Menanti pengumuman siapa saja yang akan lolos ke Regional Training. Tak henti-hentinya do'a terucap di lisan saya. Agar saya lolos ke tahapan seleksi berikutnya. Pukul 02.15 sore. Saya sudah mulai me reload hingga berkali-kali website PCMI Lampung. Pada saat itu, saya yakin saya dapat lolos ke seleksi Regional Training karena pada tes sebelumnya berjalan lancar tanpa ada hambatan yang berarti. Pukul 15.00 pun tiba.Sekali lagi saya me reload website PCMI Lampung dan tertera daftar nama-nama peserta seleksi yang lolos ke regional training. Setelah saya scrol layar HP saya, ada 12 nama peserta putri dan hanya 3 nama peserta putra. Saya berbahagia karena dari ke 3 nama peserta putra yang lolos, tertera nama Muhammad Iqbal selain nama Rizky dan Ave. Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama. Setelah melihat nomor peserta, nomornya berbeda dengan nomor peserta saya. Dan ternyata, yang lolos adalah Ibhul, yang memiliki nama sama dengan saya, Muhammad Iqbal. Saya seketika lemas. Sedih. Ingin sekali menangis, tapi air mata tak sanggup menetes karena menangis tak dapat lagi melukiskan kesedihan dan kekecewaan saya pada saat itu. Mangingat kembali persiapan dan pengorbanan saya sebelum dan pada saat tes, rasanya saya tak pantas mendapat kegagalan. Tapi sayangnya, manusia hanya bisa berusaha semaksimal mungkin, Tuhan lah yang memutuskan semuanya. Oh Tuhan, jujur ini berat sekali. Saya terdiam beberapa saat. Tak bicara. Tak berkedip. Hanya diam. Mencoba untuk mengaplikasikan kembali ilmu ikhlas dan sabar. 

Setelah agak sedikit tenang, saya kemudian menghubungi orang tua saya, dan berpamitan dengan Rahman dan keluarganya untuk segera pulang ke Jakarta. Tak lupa pula mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mereka yang telah bersedia memberi tempat saya selama berada di Lampung. Dengan berat hati harus pulang ke Jakarta untuk mencoba move on dan kembali berkumpul bersama komunitas dan teman-teman saya di Jakarta dan menyelesaikan tugas akhir saya, SKRIPSI!

Banyak pelajaran yang saya dapat dari mengikuti seleksi program ini, walaupun tahun ini saya masih gagal. Banyak hal dari diri saya yang perlu saya benahi. Dan, semua itu tidak akan berakhir sampai disini. Setelah membenahi apa-apa yang kurang dari diri saya, saya pun akan terus menjadi manusia yang lebih baik lagi sampai saya dianggap pantas ole Allah untuk menjadi perwakilan Lampung menjadi duta negara di tahun berikutnya.

Tidak ada kata gagal dalam hidup saya. Toh, tidak sekali ini saja saya gagal. Dan setelah kegagalan-kegagalan tersebut, Allah selalu menunjukkan kuasanya untuk memberi saya kejutan-kejutan yang tak terduga dibalik semua kegagalan-kegalan tersebut. Yang saya yakini, tidak ada ceritanya Allah tidak mengabulkan do'a hambanya selagi mereka mau berusaha. Ada 3 cara Allah mengabulkan do'a hambanya. Yang pertama kita berdoa dan langung dikabulkan. Yang kedua kita berdoa dan dikabulkan, namun ditunda waktunya. Dan yang ketiga kita berdoa tidak dikabulkan, tapi diganti dengan hal yang lebih baik.

Ada nama Hesty disitu, salah satu peserta yang lolos untuk mewakili Lampung untuk berangkat ke Kanada. Saya salut akan pengorbananya yang terus mencoba sampai 3x namun belum lolos. Dan yang ke 4 kalinya, barulah dia terpilih. Allah tidak akan membiarkan hambanya yang sudah berusaha bersusah payah untuk terus menanggung kegagalan. Akan ada jawaban dan kejutan bagi mereka yang mau berusaha keras tanpa mengenal lelah.

Mudah-mudahan, dengan saya menulis dan berbagi cerita di blog ini, saya akan bisa move on segera untuk menyelesaikan skripsi saya karena saya berharap rasa kecewa saya sudah ikut habis terbawa huruf demi huruf yang saya tuliskan disini. Tulisan ini saya dedikasikan untuk skripsi saya, agar dapat selesai dan sidang sesegera mungkin. Selain itu, mudah-mudahan tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca blog ini.

"Kemanangan adalah untuk orang-orang yang berjuang. Kemenangan adalah untuk orang-orang yang berdo'a." (-Soundtrack finalist indonesian idol 2013)

Kamis, 17 April 2014

Yes, I am a scholarship holder

Tulisan ini akan mengulas kembali tentang titik tolak perubahan dalam hidup saya. Situasi dimana saya merasakan bahwa matahari benar-benar berfungsi untuk menerangi kegelapan, daratan yang diharapkan oleh seorang yang sedang tenggelam, hujan yang turun setelah kekringan panjang, dan musim semi yang datang setelah musim dingin yang sangat lama. Ini adalah situasi saat saya resmi menjadi mahasiswa Sampoerna School of Education sekaligus penerima Student Assistance dari Putera Sampoerna Foundation.

Kisah dimana saya memulai untuk mengambil keputusan untuk bertaruh merubah kehidupan saya. Pada saat itu, saya sedang menempuh pendidikan S1 Pendidikan B. Inggris  Fakultas Tarbiyah IAIN Lampung. Tepatnya, saya baru saja melewati ujian akhir semester 2 di kampus tersebut. Seperti biasa, untuk mengisi hari libur saya ber hotspotan ria di fakultas tarbiyah. Brosang brosing sana sini tanpa arah, yang akhirnya buka buka link beasiswa. Dan akhirnya, saya membuka web sampoernaeducation.ac.id yang menjelaskan bahwa kampus ini membuka pendaftaran mahasiswa baru untuk prodi B. Inggris dan Matematika. Setelah dilihat lebih detil lagi, ternyata kampus ini menyediakan full scholarship berikut uang tunjangan setiap bulan bagi mahasiswa yang diterima di perguruan tunggi ini. Terus terang, saya sangat tertarik untuk mencoba karen ini adalah mimpi saya dari jauh-jauh hari, kuliah gratis! Pelan-pelan saya baca satu persatu requirement yang tertera di halaman web tersebut. Setelah mendapatkan isi keseluruhan dan memahami requirements yang diinginkan, saya pun pulang kembali ke masjid tempat saya tinggal (jadi selama kuliah di IAIN saya jadi marbot di masjid karena tidak punya biaya untuk bayar kos-kosan, jangan sedih!) dan segera menelpon papah dan mamah untuk berkonsultasi. Walhasil, mereka berdua setuju kalau saya ingin mencoba mendaftar ke kampus ini walaupun dengan konsukensi saya harus mengulang kembali ke semester 1.

Setelah berfikir yang cukup panjang dan meminta petunjuk dari sang kholik, saya pun memulai untuk menyiapkan berkas-berkas yang diperlukan untuk mengikuti seleksi tahap pertama yakni seleksi berkas. Karena, untuk menjadi mahasiswa di kampus ini, harus mengikuti serangkaian tahapan tes mulai dari berkas, interview, micro-teaching, psikotest, FGD, dll. Yaiyalah, namanya juga mau dapet sekolah gratis sampai sarjana plus dapet uang saku lagi! :D
Setelah berkas semua telah dipersiapkan, yang tebalnya kira kira 10cm, kemudian saya segera pergi menuju kantor pos B. Lampung yang letaknya di Bundaran B. Lampung dekat stasiun dan ramayana. Setelah petugas post memberi stempel pada berkas yang saya masukkan kedalam amplop berwarna coklat, saya pun meninggalkan kantor pos dengan do'a yang tak henti-hentinya agar saya dapat lolos seleksi berkas dan mengikuti tahapan tes berikutnya.

Sekitar 20 hari menunggu, saya mendapatkan sms yang berisikan kurang lebih seperti ini "Selamat kepada M. Iqbal Maulana, anda telah lolos seleksi dokumen dan diharapkan konfirmasi apakah bersedia untuk mengikuti tes selanjutnya di Jakarta atau tidak." Jelas, saya kaget dan juga gembira mendapatkan sms tersebut. Pintu gerbang telah terbuka. Masa depan yang cerah sudah ada di depan mata. Tinggal sedikit berusaha lebih keras lagi untuk berjuang habis-habissan untuk mengikuti tes-tes berikutnya di Jakarta. Jakarta, I am coming!

Ternyata, untuk berangkat ke Jakarta pun penuh dengan pertimbangan yang sangat berat. Sudah jelas, UANG!!! Karena alasan terbesar saya untuk mengikuti seleksi beasiswa ini adalah UANG. Suatu hal yang menjadi penghambat saya untuk meneruskan pendidikan saya di bangku kuliah sehingga harus rela makan berlauk sepotong kerupuk atau sebuah tempe goreng hanpir setiap hari, juga harus rela menjadi marbot masjid yang tinggal di kamar marbot yang kurang lebih berluas 2x2m dan ditempati 3 orang. Sempit? jelas, tidak usah ditanya! nyaman? ya, sangat nyaman dibandingkan harus tinggal di kolong jembatan. Sudahlah, tidak mau bersedih-sedihan lagi. Toh masa itu semua sudah saya lewati sekarang. :-)

Uang yang saya punya saat itu hanya 800.000 rupiah, yang merupakan uang SPP saya untuk dibayarkan memasuki semster 3 di kampus IAIN saat itu. Taruhannya, kalau saya pakai uang itu untuk ke mengikuti seleksi di Jakarta, saya tentu tidak bisa melanjutkan kuliah/cuti semester karena uang bayaran SPP saya pakai jika saya tidak lolos seleksi. Dan, tentunya saya tidak perlu khawatir ketika saya dinyatakan lolos seleksi. Setelah berunding dengan orang tua, teman, dan tentunya Tuhan saya, saya mantapkan tekat dengan Bismillah untuk berangkat ke Jakarta mengikuti seleksi ini. Pertempuran hidup dan mati pun segera dimulai.

Jam 06.00 pagi saya sudah tiba di terminal kalideres, Jakarta Barat. Tanpa sanak, tanpa saudara, saya berada di ibukota yang kata orang lebih kejam daripada ibu tiri. Kemudian saya bergumam, "Hidup saya sebelumnya jauh lebih berat dari hanya sekedar menghadapi ini, masak segini doang saya gabisa?" Padahal ya dag dig dug juga ngadepin hiruk pikuk ibukota yang sebelumnya belum pernah saya injakkan kaki saya seorang diri. :D

Berbekal secarik kertas berisikan alamat saudara jauh papah saya yang saya pun tidak pernah bertemu sebelumnya, saya pun menaiki busway dan merecoki petugas busway yang harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya lontarkan untuk mencapai alamat yang saya tuju, yakni mampang prapatan. Setelah menjelaskan dimana saja saya harus transit, kemudian saya pun dengan mantap menaiki busway sampai shelter tujuan saya, shelter mampang prapatan. Tanpa jemputan, saya pun berkeliling dan bertanya ratusan kali untuk mencari alamat saudara papah saya itu setelah turun dari busway. Dan akhirnya ketemu. Fyuhh, perjalanan yang sangat melelahkan. -___-'

Singkat cerita, saya pun mengkuti seleksi tahap demi tahap. Dari mulai tes kemampuan B. Inggris, Microteaching, Interview, dan Psikotest. Di tes hari pertama, saya masih ndeso melihat gedung kampus Sampoerna School of Education yang minimalis, namun mewah. Juga gedung-gedung tinggi yang bertebaran di sekitar kampus ini. Oh iya, ada pengalaman yang saya harus ceritakan juga. Tes hari pertama dijadwalkan pukul 09.00 pagi. Saya pun berangkat dari rumah saudara papah saya itu pukul 08.35. Yang saya fikir, cukup 15 menit untuk menempuh jarak kampus tempat saya mengikuti tes. Dan walhasil, tet toooottt! Dugaan saya meleset. Saya lupa kalau saya sedang berada di Jakarta. Gudangnya MACETT!!! Metromini 75 yang saya naiki rasanya sudah tak sanggup lagi berjalan melewati tumpukan kendaraan yang tumpah di jalan raya ini. Sepertinya, jalan kaki masih lebih cepat dibanding laju metromini ini. Saya lihat kedepan, perempatan mampang sudah terlihat, namun masih lumayan jauh. Tapi, jam di tangan sudah menunjukan pukul 08.50. Berarti, 10 menit lagi tes akan segera dimulai. Sedangkan bus metromini ini hanya berjalan senti semi senti. Saya pun bergegas loncat keluar dari metromini yang saya naiki dan berlari secepat mungkin agar saya bisa tiba di lokasi tes tepat waktu. Walhasil, saya tiba di ruang ujian pukul 09.07. Untung saja tes baru akan segera dimulai. Fyuhhh, baru terasa kerasnya ibukota!



Setelah dilaksanakannya tes tertulis, agenda berikutnya adalah briefing yang diisi oleh para panitia penerimaan seleksi mahasiswa baru Sampoerna School of Education beserta para mahasiswa. Perlu diketahui, seleksi mahasiswa baru di kampus ini adalah seleksi gelombang ke tiga yang sebelumnya sudah diadakan seleksi gelombang 1 dan 2 dan sudah terjaring beberapa mahasiswa dari setiap gelombangnya. Beberapa dari mereka lolos seleksi, dan sebagian besarnya belum beruntung mendapatkan beasiswa se prestige ini. Jadi? ya, gelombang 3 ini istilah kasarnya hanya mencari sisa. Sisa untuk memenuhi quota dari target mahasiswa yang direncanakan baik oleh pihak kampus dan juga pihak PSF. Sempat terfikir dan menebak-nebak, akan diambil berapakah calon mahasiswa dari gelombang ke 3 ini? Emang bisa saya lolos? Memang saya layak mendapatkan beasiswa se prestige ini? Saya kan cuma orang kampung, yang berasal dari Lampung, yang mencoba untuk beradu mendapatkan untung. Hmmm, tapi yasudahlah. Saya tetap optimis, walaupun sempat minder melihat para ratusan calon mahasiswa lainnya yang sudah berkumpul di auditorium ini. Do'a dalam hati yang tak pernah luput agar diberi hasil terbaik dari mengikuti seleksi ini. Dalam briefing ini, selain untuk memperkenalkan apa itu SSE dan juga PSF, juga menjelaskan prosedur tahapan tes berikutnya yakni Microteaching. Microteaching? iya microteaching. Sebagaimana visi kampus ini yakni "Creating the Next Generation of Teachers" seperti yang tertempel jelas di dinding lobi. Pak Sharon, salah satu pentolan SSE yang menangani seleksi penerimaan mahasiswa baru, menjelaskan bahwa calon mahasiswa akan dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok nantinya harus bekerja sama agar bisa menjadi pengajar baik di kelas. Lalu, kenapa harus berkelompok? Bukannya kita semua sedang berkompetisi satu sama lain? Ternyata, maksud dari sistim ini adalah agar para calon mahasiswa memiliki sense of belonging, teamwork building, dan togetherness. Walaupun, sebenarnya kami semua bearsal dari penjuru daerah di indonesia dari ujung sumatra sampai papua. Setelah diumumkan, saya kemudian berkelompok dengan Meilani, dan Jajang. Meilani berasal dari Magelang, dan Jajang berasal dari Tangerang. Kami mulai berkenalan dan mulai membicarakan tentang konsep pengajaran serta pembagian tugas pada saat mengajar keesokan harinya. Kemudian, setiap kelompok diumumkan untuk pembagian sekolah lokasi mengajar. Jeng jeng jeng. . . Kelompok saya mendapat jatah untuk mengajar di Sekolah MASTER di kota Depok. Sepintas, nama sekolahnya keren bukan? Saya pun merasakan hal serupa pada saat itu. Ternyata, setelah dijelaskan, MASTER adalah sebuah singkatan. Yakni "Masjid Terminal". What? Maksudnya? iya, kami harus mengajar di sekolah dimana sekolah tersebut adalah sebuah gagasan dari seorang yang berjiwa sosial tinggi, dimana sekolah tersebut berlokasi tepat di masjid yang terletak di terminal Depok. Dan yang lebih membuat saya shock, siswa-siswinya adalah berasal dari anak jalanan, pemulung, dan gelandangan. Saya sangat kaget sekali mendengar penjelasan tersebut. Ternyata keadaan sekolahnya tak sekeren namanya, sekolah MASTER! Kami bertiga pun terdiam dan saling pandang satu sama lain. Ini tantangan terbesar buat kami. Dimana kami dikondisikan untuk menghadapi anak-anak yang terbiasa hidup "keras", dan kami berfikir mereka akan sangat susah diatur. Hmmm, kami pun mulai berdiskusi untuk menentukan akan mengajar apa, menyiapkan metode pengajaran, membagi tugas untuk membawa media yang dibutuhkan dalam pengajaran, dan membagi peran dalam menyampaikan materi. Lebih singkatnya, kami lagi buat Rencana Pelaksanaan Pengajaran (RPP) atau lebih kerennya yang disebut dengan Lesson Plan. Cuma, kami belum familiar saja dengan istilah itu. hehe :D Setelah selesai berdiskusi, kami pun pulang ke tempat menginap masing-masing karena hari tak terasa sudah malam. Kami pun siap untuk menghadapi esok hari. Senang sekali mendapatkan kelompok seperti Meilani dan Jajang. Meilani yang sangat keibuan dan kreatif dalam memberikan ide-ide pengajaran, juga Jajang yang sangat bijaksana dalam menarik sebuah ide yang penting untuk dipakai dan mana yang harus dibuang. "Goodluck ya buat besok! Kita pasti bisa!" Itulah kata-kata yang terucap saat kita berpisah dibawah jembatan penyebrangan Jl. Kapten Tendean yang berada persis di depan kampus.

Keesokan harinya, setelah menempuh beberapa jam dan bertanya-tanya dengan beberapa orang disekitar untuk menaiki angkot untuk menuju terminal Depok, saya pun akhirnya tiba di lokasi. Meilani pun sudahtiba disana sejak pagi. Tak lama kemudian jajang pun tiba. Kami segera briefing lagi untuk memfinalisasi apa-apa yang sudah kami persiapkan. Dan, semuanya lengkap dan fix. Kami pun siap bertempur. Kami bertiga pun sudah berada di ruang kelas yang sangat naturalist. Ya, natural. Dimana sekolah bak seperti pondok-pondok yang berbentuk panggung dan terbuat dari kayu. Tak ada dinding disana. Hanya tersedia sebuah papan tulis dan beberapa meja. Jangankan AC, ada tempat untuk belajar pun sudah sangat bersyukur. Dari sini saya belajar arti tentang sebuah rasa syukur. Bersyukur bahwa kehidupan semasa sekolah saya masih lebih beruntung dibanding mereka. Saya pun juga merasa malu, ditengah keterbatsan, namun mereka masih semangat untuk belajar. Saya jadi malu, saya menyesal bermalas-malasan pada saat saya SD-SMA padahal apa-apanya lebih lengkap dibanding dengan sekolah ini. Kami bertiga ditugaskan untuk mengajar kelas 4 SD. Setelah mengucapkan salam dan berkenalan, mereka pun memperkenalkan diri dan menyebutkan cita-cita mereka. Sangat terenyuh sekali ketika mereka berkata ingin menjadi seorang Guru, Dokter, Pilot, Tentara, dsb. Mereka punya mimpi. Ada harapan disitu. Keluar dari mulut mereka yang masih sangat polos tentang arti kehidupan, namun mereka mempunyai tekat dan cita-cita untuk menjadi orang berguna bagi negara mereka. Mendengarkan mereka menyebutkan cita-cita mereka di masa depan, hati ini pun ikut berkata "Amin". Semoga Allah mengabulkan harapan mereka, karena sesungguhnya Allah maha mendengar. Sesi mengajar pun selesai. Diluar dugaan kami, mereka sangat pintar. Aktif. Merekapun antusias ketika menjawab pertanyaan yang diberikan. Ditambah lagi, ketika mereka diberi hadiah jika berhasil menjawab pertanyaan. Pagi pun berubah menjadi sore, dan kami pun mengkahiri tes microteaching hari itu sembari mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas kekompakkan didepan kelas saat mengajar. Satu do'a kami pada saat itu. Senoga kami bertiga lolos seleksi dan dapat bertemu kembali dengan predikat mahasiswa dan menyandang gelar "Scholarship Holder". :)

Hari berikutnya, saya pun kembali ke kampus SSE dan mengikuti tes selanjutnya yakni Interview. Setelah malamnya mempersiapkan diri membaca beberapa buku tentang trik untuk menghadapi tes wawancara. Setelah tiba di tempat seleksi, saya menuju ke kamar mandi untuk sekdar bercermin. Memastikan kalau saya sudah berpenampilan rapi dan enak dipandang penguji. Nama saya pun dipanggil. Saya segera masuk dan menyalami 3 penguji. Penguji pertama adalah seorang psikolog, yang kedua adalah seorang perwakilan dari PSF sebagai pemberi beasiswa, dan seorang merupakan dosen di SSE. Setelah memperkenalkan diri dan menceritakan siapa diri saya dan latar belakang kehidupan saya, saya pun dilontarkan pertanyaan dari masing-masing penguji, beberapa dengan menggunakan b, Inggris. Seingat saya, saya mampu menjwab semua pertanyaan yang dilontarkan tanpa ada halangan satu apapun. Alhamdulilah. Saya semakin optimist. :-)

Di hari berikutnya, merupkan tes hari terakhir. Yakni psikotest. Sebelumnya, saya tidak pernah mengikuti tes ini. Saya kira, tes ini hanya berlangsung sekitar 1 atau paling lama 2 jam. Jadi, saya yang tidak terbiasa sarapan, masuk keruang ujian dan baru akan makan setelah ujian selesai. Malang nasib saya. Ternyata psikotest diadakan mulai dari jam 08.00 sampai jam 12.15. Empat jam lebih! Ditengah-tengah tes, saya sempat merasa kehilangan konsentrasi karena harus mengerjakan soal yang sebegitu njelimet, keadaan perut keroncongan karena belum diisi apa-apa sejak pagi. Mau muntah rasanya melihat tumpukan soal didepan saya yang hanya terdiri dari soal-soal logika dan angka. Penderitaan saya pun berakhir. Psikotest pun selesai. Saya tidak begitu yakin dengan hasil tes ini. Mengingat persiapan yang minim dan perut keroncongan yang sangat mengganggu. Saya pun pasrah.





Singkatnya, saya sudah kembali ke Lampung. Kembali menjalani rutinitas saya sebagai Marbot di masjid. Membersihkan masjid, adzan, mengajar ngaji, itulah tugas sehari-hari saya. Maklum saja, itu kontribusi saya karena sudah diizinkan dan diberikan tempat tinggal di masjid tersebut. Setiap hari selalu saja deg-deggan ketika membuka website SSE untuk mengetahui siapa saja yang lolos seleksi gelombang ke 3 ini. Hidup saya sangat ditentukan pada pengumuman itu. Bagaimana tidak, besok adalah terakhir pembayaran daftar ulang untuk semester 3 di kampus saya IAIN. Kalau tidak membayar besok, berarti saya dinyatakan cuti kuliah. Sedangkan, saya sudah tidak punya uang kerna uang SPP saya telah dipergunakan untuk biaya ke Jakarta untuk seleksi beasiswa di SSE sebelumnya. Perasaan saya mulai tak karuan. Takut. Cemas. Makan tak enak. Tidur pun begitu. Kalau saya sampai tidak lolos seleksi beasiswa tersebut, berarti saya tidak bisa kuliah di semester ini. Masa kuliah pun akan bertambah panjang tentunya. Siang malam do'a meminta yang terbaik tidak pernah tinggal. Memohon untuk diberikan jalan yang terbaik bagi nasib saya pada saat itu.

Pengumuman tak kunjung di umumkan. Batas akhir pembayaran semster 3 pun ditutup. Matilah saya. Hidup berada di tengah-tengah ketidakpastian. Lolos tidak, lolos tidak, lolos tidak. Itu yang selalu mnghantui pikiran saya. Saya mempersiapkan kemungkinan apapun yang akan terjadi ketika saya tidak lolos seleksi. Keesokan harinya, saat-saat yang ditunggu-tunggu pun datang. Pagi-pagi sekali, Meilani menelpon saya dengan sumringah mengabarkan bahwa saya lolos seleksi dan menyuruh saya untuk segera melihat pengumuman resmi di web. Meilani pun lolos. Dengan deg-deggan saya buka pengumuman di web SSE dan terpampanglah deretan nama mahasiswa yang lolos diterima di SSE dan menjadi scholarship holder dari PSF. Dan ya, benar. Nama saya tertera disitu dan tanpa sadar saya menangis haru dan sujud syukur. Pengorbanan dan penantian yang tidak sia-sia. Saya masih tidak percaya saya dapat mendapatkan kesempatan ini. Kesempatan emas yang tidak dimiliki oleh teman-teman mahasiswa yang lainnya. Saya akan menjadi mahasiswa di Kampus dengan branding yang keren, plus GRATIS. Bebas tuition fee selama 4 tahun dan mendapat tunjangan setiap bulannya. Tak perlu lagi memikirkan uang SPP. Tak perlu lagi meminta kiriman orang tua karena sudah mendapat uang saku. Hanya belajar dan belajar! Kemiskinan dan kesulitan biaya selama saya kuliah sebelumnya tidak akan lagi saya rasakan. Tuhan, kau tunjukkan kuasamu padaku. Inilah buah dari semangat dan kerja keras ku selama ini. Kado terindah Tuhan yang tak ternilai harganya. Sebuah titik tolak perubahan. Ya, perubahan untuk menjadi manusia yang lebeih baik. Berhasil mebuktikan bahwa untuk mendapatkan sebuah pendidikan yang layak, tidak harus mahal. Belajar di kampus bertaraf internasional dengan gratis, dan tinggal di ibu kota. Yang katanya tempat setiap orang mewujudkan mimpi-mimpinya. Terselip doa disana, bahwa semoga ini adalah jalan yang terbaik untuk membanggakan orang tua. Sebuah keputusan untuk menaruhkan uang SPP untuk masadepan yang lebih baik terkabul. Kali ini saya menag taruhan. Pengalamn hidup yang baru akan segera dimulai. Jakarta, let us be friend!

Terimakasih SSE. Terimakasih PSF.

Yes, I am a scholarship holder :)))




Rabu, 16 April 2014

Menulis Blog Lagi

Setelah beberapa hari yang lalu melewati peristiwa-peristiwa yang sulit untuk dilupakan dan sangat berharga untuk dikenang, juga dengan seringnya frekuensi membaca tulisan teman-teman dan juga rekan di blog mereka masing-masing, maka saya memutuskan untuk mencoba mengabadikan momen-momen yang berharga yang telah saya lewati di blog ini.

Blog pribadi saya ini saya buat sekitar 4 tahun yang lalu, yakni tahun 2010. Pada saat itu, saya baru saja resmi menjadi mahasiswa Sampoerna School of Education (Sekarang namanya Universitas Siswa Bangsa Internasional atau nama kerennya Sampoerna University). Blog ini pun dibuat karena tugas kuliah yang mewajibkan untuk men-submit tugas di blog. Yang sebelumnya, saya pun tidak tahu apa fungsinya sebuah blog. Saya kira hanya seperti sosmed seperti Facebook, Twitter, dsb. Ternyata teman saya hanya menjelaskan kalau blog ini digunakan untuk menulis kepada saya. What? Menulis? Sebegitu pentingkah orang-orang menaruh tulisan mereka di sebuah blog? Lebih singkatnya lagi, sebegitu pentingkahnya aktifitas menulis? Hmm, sangat katrok sekali ya saya pada waktu itu. Hingga pada akhirnya, saya sadar akan arti dari sebuah tulisan yang diabadikan di dalam blog. Dan buruknya, tanpa saya sadar saya banyak mendapat inspirasi dari teman-teman melalui tulisan-tulisan yang mereka taruh di blog. Lalu saya pun sadar akan arti berbagi cerita, berbagi ilmu, dan berbagi pengalaman dari sebuah perjalanan yang pernah seseorang lalui. Hingga pada akhirnya, esensi dari tulisan tersebut dapat diserap oleh para pembaca dan pengunjung blog tersebut.

Kembali lagi kepada pokok permasalahan mengapa akhirnya saya menggunakan blog ini lagi, yakni untuk mengenang dan berbagi cerita tentang pengalaman dan momen-momen penting dan tentunya berharga buat saya. Ada beberapa momen pahit yang sangat sulit saya lupakan dan selalu terpendam di otak saya dan membuat saya stress. Namun, saya teringat kembali pada kata-kata dari dosen saya bahwa ketika kita dalam keadaan stress dalam sebuah masalah berat, menulislah. Karena dengan menulis, masalah yang ada dalam otak kita sedikit demi sedikit hanyut dan terbuang dari kata-demi kata yang kita tuliskan dalam secarik kertas ataupun satu post-an blog. Seperti yang dilakukan oleh ManPres B.J. Habibie yang menulis ketika dalam keadaan tertekan dan kehilangan saat ditinggal pergi oleh Ibu Ainun selama-lamanya.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, kemudian saya memutuskan untuk dapat juga berbagi cerita dan pengalaman yang mungkin berguna bagi pembaca sekalian. Satu lagi, saya berharap kepada para pembaca sekalian juga untuk membagikan kisah-kisah dan pengalaman berharga yang nantinya berguna buat para pembaca blog anda. Seperti yang dikatakan oleh Edinson:

"If you want to know the world, read. If you want the world to know you, write."