Kamis, 17 April 2014

Yes, I am a scholarship holder

Tulisan ini akan mengulas kembali tentang titik tolak perubahan dalam hidup saya. Situasi dimana saya merasakan bahwa matahari benar-benar berfungsi untuk menerangi kegelapan, daratan yang diharapkan oleh seorang yang sedang tenggelam, hujan yang turun setelah kekringan panjang, dan musim semi yang datang setelah musim dingin yang sangat lama. Ini adalah situasi saat saya resmi menjadi mahasiswa Sampoerna School of Education sekaligus penerima Student Assistance dari Putera Sampoerna Foundation.

Kisah dimana saya memulai untuk mengambil keputusan untuk bertaruh merubah kehidupan saya. Pada saat itu, saya sedang menempuh pendidikan S1 Pendidikan B. Inggris  Fakultas Tarbiyah IAIN Lampung. Tepatnya, saya baru saja melewati ujian akhir semester 2 di kampus tersebut. Seperti biasa, untuk mengisi hari libur saya ber hotspotan ria di fakultas tarbiyah. Brosang brosing sana sini tanpa arah, yang akhirnya buka buka link beasiswa. Dan akhirnya, saya membuka web sampoernaeducation.ac.id yang menjelaskan bahwa kampus ini membuka pendaftaran mahasiswa baru untuk prodi B. Inggris dan Matematika. Setelah dilihat lebih detil lagi, ternyata kampus ini menyediakan full scholarship berikut uang tunjangan setiap bulan bagi mahasiswa yang diterima di perguruan tunggi ini. Terus terang, saya sangat tertarik untuk mencoba karen ini adalah mimpi saya dari jauh-jauh hari, kuliah gratis! Pelan-pelan saya baca satu persatu requirement yang tertera di halaman web tersebut. Setelah mendapatkan isi keseluruhan dan memahami requirements yang diinginkan, saya pun pulang kembali ke masjid tempat saya tinggal (jadi selama kuliah di IAIN saya jadi marbot di masjid karena tidak punya biaya untuk bayar kos-kosan, jangan sedih!) dan segera menelpon papah dan mamah untuk berkonsultasi. Walhasil, mereka berdua setuju kalau saya ingin mencoba mendaftar ke kampus ini walaupun dengan konsukensi saya harus mengulang kembali ke semester 1.

Setelah berfikir yang cukup panjang dan meminta petunjuk dari sang kholik, saya pun memulai untuk menyiapkan berkas-berkas yang diperlukan untuk mengikuti seleksi tahap pertama yakni seleksi berkas. Karena, untuk menjadi mahasiswa di kampus ini, harus mengikuti serangkaian tahapan tes mulai dari berkas, interview, micro-teaching, psikotest, FGD, dll. Yaiyalah, namanya juga mau dapet sekolah gratis sampai sarjana plus dapet uang saku lagi! :D
Setelah berkas semua telah dipersiapkan, yang tebalnya kira kira 10cm, kemudian saya segera pergi menuju kantor pos B. Lampung yang letaknya di Bundaran B. Lampung dekat stasiun dan ramayana. Setelah petugas post memberi stempel pada berkas yang saya masukkan kedalam amplop berwarna coklat, saya pun meninggalkan kantor pos dengan do'a yang tak henti-hentinya agar saya dapat lolos seleksi berkas dan mengikuti tahapan tes berikutnya.

Sekitar 20 hari menunggu, saya mendapatkan sms yang berisikan kurang lebih seperti ini "Selamat kepada M. Iqbal Maulana, anda telah lolos seleksi dokumen dan diharapkan konfirmasi apakah bersedia untuk mengikuti tes selanjutnya di Jakarta atau tidak." Jelas, saya kaget dan juga gembira mendapatkan sms tersebut. Pintu gerbang telah terbuka. Masa depan yang cerah sudah ada di depan mata. Tinggal sedikit berusaha lebih keras lagi untuk berjuang habis-habissan untuk mengikuti tes-tes berikutnya di Jakarta. Jakarta, I am coming!

Ternyata, untuk berangkat ke Jakarta pun penuh dengan pertimbangan yang sangat berat. Sudah jelas, UANG!!! Karena alasan terbesar saya untuk mengikuti seleksi beasiswa ini adalah UANG. Suatu hal yang menjadi penghambat saya untuk meneruskan pendidikan saya di bangku kuliah sehingga harus rela makan berlauk sepotong kerupuk atau sebuah tempe goreng hanpir setiap hari, juga harus rela menjadi marbot masjid yang tinggal di kamar marbot yang kurang lebih berluas 2x2m dan ditempati 3 orang. Sempit? jelas, tidak usah ditanya! nyaman? ya, sangat nyaman dibandingkan harus tinggal di kolong jembatan. Sudahlah, tidak mau bersedih-sedihan lagi. Toh masa itu semua sudah saya lewati sekarang. :-)

Uang yang saya punya saat itu hanya 800.000 rupiah, yang merupakan uang SPP saya untuk dibayarkan memasuki semster 3 di kampus IAIN saat itu. Taruhannya, kalau saya pakai uang itu untuk ke mengikuti seleksi di Jakarta, saya tentu tidak bisa melanjutkan kuliah/cuti semester karena uang bayaran SPP saya pakai jika saya tidak lolos seleksi. Dan, tentunya saya tidak perlu khawatir ketika saya dinyatakan lolos seleksi. Setelah berunding dengan orang tua, teman, dan tentunya Tuhan saya, saya mantapkan tekat dengan Bismillah untuk berangkat ke Jakarta mengikuti seleksi ini. Pertempuran hidup dan mati pun segera dimulai.

Jam 06.00 pagi saya sudah tiba di terminal kalideres, Jakarta Barat. Tanpa sanak, tanpa saudara, saya berada di ibukota yang kata orang lebih kejam daripada ibu tiri. Kemudian saya bergumam, "Hidup saya sebelumnya jauh lebih berat dari hanya sekedar menghadapi ini, masak segini doang saya gabisa?" Padahal ya dag dig dug juga ngadepin hiruk pikuk ibukota yang sebelumnya belum pernah saya injakkan kaki saya seorang diri. :D

Berbekal secarik kertas berisikan alamat saudara jauh papah saya yang saya pun tidak pernah bertemu sebelumnya, saya pun menaiki busway dan merecoki petugas busway yang harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya lontarkan untuk mencapai alamat yang saya tuju, yakni mampang prapatan. Setelah menjelaskan dimana saja saya harus transit, kemudian saya pun dengan mantap menaiki busway sampai shelter tujuan saya, shelter mampang prapatan. Tanpa jemputan, saya pun berkeliling dan bertanya ratusan kali untuk mencari alamat saudara papah saya itu setelah turun dari busway. Dan akhirnya ketemu. Fyuhh, perjalanan yang sangat melelahkan. -___-'

Singkat cerita, saya pun mengkuti seleksi tahap demi tahap. Dari mulai tes kemampuan B. Inggris, Microteaching, Interview, dan Psikotest. Di tes hari pertama, saya masih ndeso melihat gedung kampus Sampoerna School of Education yang minimalis, namun mewah. Juga gedung-gedung tinggi yang bertebaran di sekitar kampus ini. Oh iya, ada pengalaman yang saya harus ceritakan juga. Tes hari pertama dijadwalkan pukul 09.00 pagi. Saya pun berangkat dari rumah saudara papah saya itu pukul 08.35. Yang saya fikir, cukup 15 menit untuk menempuh jarak kampus tempat saya mengikuti tes. Dan walhasil, tet toooottt! Dugaan saya meleset. Saya lupa kalau saya sedang berada di Jakarta. Gudangnya MACETT!!! Metromini 75 yang saya naiki rasanya sudah tak sanggup lagi berjalan melewati tumpukan kendaraan yang tumpah di jalan raya ini. Sepertinya, jalan kaki masih lebih cepat dibanding laju metromini ini. Saya lihat kedepan, perempatan mampang sudah terlihat, namun masih lumayan jauh. Tapi, jam di tangan sudah menunjukan pukul 08.50. Berarti, 10 menit lagi tes akan segera dimulai. Sedangkan bus metromini ini hanya berjalan senti semi senti. Saya pun bergegas loncat keluar dari metromini yang saya naiki dan berlari secepat mungkin agar saya bisa tiba di lokasi tes tepat waktu. Walhasil, saya tiba di ruang ujian pukul 09.07. Untung saja tes baru akan segera dimulai. Fyuhhh, baru terasa kerasnya ibukota!



Setelah dilaksanakannya tes tertulis, agenda berikutnya adalah briefing yang diisi oleh para panitia penerimaan seleksi mahasiswa baru Sampoerna School of Education beserta para mahasiswa. Perlu diketahui, seleksi mahasiswa baru di kampus ini adalah seleksi gelombang ke tiga yang sebelumnya sudah diadakan seleksi gelombang 1 dan 2 dan sudah terjaring beberapa mahasiswa dari setiap gelombangnya. Beberapa dari mereka lolos seleksi, dan sebagian besarnya belum beruntung mendapatkan beasiswa se prestige ini. Jadi? ya, gelombang 3 ini istilah kasarnya hanya mencari sisa. Sisa untuk memenuhi quota dari target mahasiswa yang direncanakan baik oleh pihak kampus dan juga pihak PSF. Sempat terfikir dan menebak-nebak, akan diambil berapakah calon mahasiswa dari gelombang ke 3 ini? Emang bisa saya lolos? Memang saya layak mendapatkan beasiswa se prestige ini? Saya kan cuma orang kampung, yang berasal dari Lampung, yang mencoba untuk beradu mendapatkan untung. Hmmm, tapi yasudahlah. Saya tetap optimis, walaupun sempat minder melihat para ratusan calon mahasiswa lainnya yang sudah berkumpul di auditorium ini. Do'a dalam hati yang tak pernah luput agar diberi hasil terbaik dari mengikuti seleksi ini. Dalam briefing ini, selain untuk memperkenalkan apa itu SSE dan juga PSF, juga menjelaskan prosedur tahapan tes berikutnya yakni Microteaching. Microteaching? iya microteaching. Sebagaimana visi kampus ini yakni "Creating the Next Generation of Teachers" seperti yang tertempel jelas di dinding lobi. Pak Sharon, salah satu pentolan SSE yang menangani seleksi penerimaan mahasiswa baru, menjelaskan bahwa calon mahasiswa akan dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok nantinya harus bekerja sama agar bisa menjadi pengajar baik di kelas. Lalu, kenapa harus berkelompok? Bukannya kita semua sedang berkompetisi satu sama lain? Ternyata, maksud dari sistim ini adalah agar para calon mahasiswa memiliki sense of belonging, teamwork building, dan togetherness. Walaupun, sebenarnya kami semua bearsal dari penjuru daerah di indonesia dari ujung sumatra sampai papua. Setelah diumumkan, saya kemudian berkelompok dengan Meilani, dan Jajang. Meilani berasal dari Magelang, dan Jajang berasal dari Tangerang. Kami mulai berkenalan dan mulai membicarakan tentang konsep pengajaran serta pembagian tugas pada saat mengajar keesokan harinya. Kemudian, setiap kelompok diumumkan untuk pembagian sekolah lokasi mengajar. Jeng jeng jeng. . . Kelompok saya mendapat jatah untuk mengajar di Sekolah MASTER di kota Depok. Sepintas, nama sekolahnya keren bukan? Saya pun merasakan hal serupa pada saat itu. Ternyata, setelah dijelaskan, MASTER adalah sebuah singkatan. Yakni "Masjid Terminal". What? Maksudnya? iya, kami harus mengajar di sekolah dimana sekolah tersebut adalah sebuah gagasan dari seorang yang berjiwa sosial tinggi, dimana sekolah tersebut berlokasi tepat di masjid yang terletak di terminal Depok. Dan yang lebih membuat saya shock, siswa-siswinya adalah berasal dari anak jalanan, pemulung, dan gelandangan. Saya sangat kaget sekali mendengar penjelasan tersebut. Ternyata keadaan sekolahnya tak sekeren namanya, sekolah MASTER! Kami bertiga pun terdiam dan saling pandang satu sama lain. Ini tantangan terbesar buat kami. Dimana kami dikondisikan untuk menghadapi anak-anak yang terbiasa hidup "keras", dan kami berfikir mereka akan sangat susah diatur. Hmmm, kami pun mulai berdiskusi untuk menentukan akan mengajar apa, menyiapkan metode pengajaran, membagi tugas untuk membawa media yang dibutuhkan dalam pengajaran, dan membagi peran dalam menyampaikan materi. Lebih singkatnya, kami lagi buat Rencana Pelaksanaan Pengajaran (RPP) atau lebih kerennya yang disebut dengan Lesson Plan. Cuma, kami belum familiar saja dengan istilah itu. hehe :D Setelah selesai berdiskusi, kami pun pulang ke tempat menginap masing-masing karena hari tak terasa sudah malam. Kami pun siap untuk menghadapi esok hari. Senang sekali mendapatkan kelompok seperti Meilani dan Jajang. Meilani yang sangat keibuan dan kreatif dalam memberikan ide-ide pengajaran, juga Jajang yang sangat bijaksana dalam menarik sebuah ide yang penting untuk dipakai dan mana yang harus dibuang. "Goodluck ya buat besok! Kita pasti bisa!" Itulah kata-kata yang terucap saat kita berpisah dibawah jembatan penyebrangan Jl. Kapten Tendean yang berada persis di depan kampus.

Keesokan harinya, setelah menempuh beberapa jam dan bertanya-tanya dengan beberapa orang disekitar untuk menaiki angkot untuk menuju terminal Depok, saya pun akhirnya tiba di lokasi. Meilani pun sudahtiba disana sejak pagi. Tak lama kemudian jajang pun tiba. Kami segera briefing lagi untuk memfinalisasi apa-apa yang sudah kami persiapkan. Dan, semuanya lengkap dan fix. Kami pun siap bertempur. Kami bertiga pun sudah berada di ruang kelas yang sangat naturalist. Ya, natural. Dimana sekolah bak seperti pondok-pondok yang berbentuk panggung dan terbuat dari kayu. Tak ada dinding disana. Hanya tersedia sebuah papan tulis dan beberapa meja. Jangankan AC, ada tempat untuk belajar pun sudah sangat bersyukur. Dari sini saya belajar arti tentang sebuah rasa syukur. Bersyukur bahwa kehidupan semasa sekolah saya masih lebih beruntung dibanding mereka. Saya pun juga merasa malu, ditengah keterbatsan, namun mereka masih semangat untuk belajar. Saya jadi malu, saya menyesal bermalas-malasan pada saat saya SD-SMA padahal apa-apanya lebih lengkap dibanding dengan sekolah ini. Kami bertiga ditugaskan untuk mengajar kelas 4 SD. Setelah mengucapkan salam dan berkenalan, mereka pun memperkenalkan diri dan menyebutkan cita-cita mereka. Sangat terenyuh sekali ketika mereka berkata ingin menjadi seorang Guru, Dokter, Pilot, Tentara, dsb. Mereka punya mimpi. Ada harapan disitu. Keluar dari mulut mereka yang masih sangat polos tentang arti kehidupan, namun mereka mempunyai tekat dan cita-cita untuk menjadi orang berguna bagi negara mereka. Mendengarkan mereka menyebutkan cita-cita mereka di masa depan, hati ini pun ikut berkata "Amin". Semoga Allah mengabulkan harapan mereka, karena sesungguhnya Allah maha mendengar. Sesi mengajar pun selesai. Diluar dugaan kami, mereka sangat pintar. Aktif. Merekapun antusias ketika menjawab pertanyaan yang diberikan. Ditambah lagi, ketika mereka diberi hadiah jika berhasil menjawab pertanyaan. Pagi pun berubah menjadi sore, dan kami pun mengkahiri tes microteaching hari itu sembari mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas kekompakkan didepan kelas saat mengajar. Satu do'a kami pada saat itu. Senoga kami bertiga lolos seleksi dan dapat bertemu kembali dengan predikat mahasiswa dan menyandang gelar "Scholarship Holder". :)

Hari berikutnya, saya pun kembali ke kampus SSE dan mengikuti tes selanjutnya yakni Interview. Setelah malamnya mempersiapkan diri membaca beberapa buku tentang trik untuk menghadapi tes wawancara. Setelah tiba di tempat seleksi, saya menuju ke kamar mandi untuk sekdar bercermin. Memastikan kalau saya sudah berpenampilan rapi dan enak dipandang penguji. Nama saya pun dipanggil. Saya segera masuk dan menyalami 3 penguji. Penguji pertama adalah seorang psikolog, yang kedua adalah seorang perwakilan dari PSF sebagai pemberi beasiswa, dan seorang merupakan dosen di SSE. Setelah memperkenalkan diri dan menceritakan siapa diri saya dan latar belakang kehidupan saya, saya pun dilontarkan pertanyaan dari masing-masing penguji, beberapa dengan menggunakan b, Inggris. Seingat saya, saya mampu menjwab semua pertanyaan yang dilontarkan tanpa ada halangan satu apapun. Alhamdulilah. Saya semakin optimist. :-)

Di hari berikutnya, merupkan tes hari terakhir. Yakni psikotest. Sebelumnya, saya tidak pernah mengikuti tes ini. Saya kira, tes ini hanya berlangsung sekitar 1 atau paling lama 2 jam. Jadi, saya yang tidak terbiasa sarapan, masuk keruang ujian dan baru akan makan setelah ujian selesai. Malang nasib saya. Ternyata psikotest diadakan mulai dari jam 08.00 sampai jam 12.15. Empat jam lebih! Ditengah-tengah tes, saya sempat merasa kehilangan konsentrasi karena harus mengerjakan soal yang sebegitu njelimet, keadaan perut keroncongan karena belum diisi apa-apa sejak pagi. Mau muntah rasanya melihat tumpukan soal didepan saya yang hanya terdiri dari soal-soal logika dan angka. Penderitaan saya pun berakhir. Psikotest pun selesai. Saya tidak begitu yakin dengan hasil tes ini. Mengingat persiapan yang minim dan perut keroncongan yang sangat mengganggu. Saya pun pasrah.





Singkatnya, saya sudah kembali ke Lampung. Kembali menjalani rutinitas saya sebagai Marbot di masjid. Membersihkan masjid, adzan, mengajar ngaji, itulah tugas sehari-hari saya. Maklum saja, itu kontribusi saya karena sudah diizinkan dan diberikan tempat tinggal di masjid tersebut. Setiap hari selalu saja deg-deggan ketika membuka website SSE untuk mengetahui siapa saja yang lolos seleksi gelombang ke 3 ini. Hidup saya sangat ditentukan pada pengumuman itu. Bagaimana tidak, besok adalah terakhir pembayaran daftar ulang untuk semester 3 di kampus saya IAIN. Kalau tidak membayar besok, berarti saya dinyatakan cuti kuliah. Sedangkan, saya sudah tidak punya uang kerna uang SPP saya telah dipergunakan untuk biaya ke Jakarta untuk seleksi beasiswa di SSE sebelumnya. Perasaan saya mulai tak karuan. Takut. Cemas. Makan tak enak. Tidur pun begitu. Kalau saya sampai tidak lolos seleksi beasiswa tersebut, berarti saya tidak bisa kuliah di semester ini. Masa kuliah pun akan bertambah panjang tentunya. Siang malam do'a meminta yang terbaik tidak pernah tinggal. Memohon untuk diberikan jalan yang terbaik bagi nasib saya pada saat itu.

Pengumuman tak kunjung di umumkan. Batas akhir pembayaran semster 3 pun ditutup. Matilah saya. Hidup berada di tengah-tengah ketidakpastian. Lolos tidak, lolos tidak, lolos tidak. Itu yang selalu mnghantui pikiran saya. Saya mempersiapkan kemungkinan apapun yang akan terjadi ketika saya tidak lolos seleksi. Keesokan harinya, saat-saat yang ditunggu-tunggu pun datang. Pagi-pagi sekali, Meilani menelpon saya dengan sumringah mengabarkan bahwa saya lolos seleksi dan menyuruh saya untuk segera melihat pengumuman resmi di web. Meilani pun lolos. Dengan deg-deggan saya buka pengumuman di web SSE dan terpampanglah deretan nama mahasiswa yang lolos diterima di SSE dan menjadi scholarship holder dari PSF. Dan ya, benar. Nama saya tertera disitu dan tanpa sadar saya menangis haru dan sujud syukur. Pengorbanan dan penantian yang tidak sia-sia. Saya masih tidak percaya saya dapat mendapatkan kesempatan ini. Kesempatan emas yang tidak dimiliki oleh teman-teman mahasiswa yang lainnya. Saya akan menjadi mahasiswa di Kampus dengan branding yang keren, plus GRATIS. Bebas tuition fee selama 4 tahun dan mendapat tunjangan setiap bulannya. Tak perlu lagi memikirkan uang SPP. Tak perlu lagi meminta kiriman orang tua karena sudah mendapat uang saku. Hanya belajar dan belajar! Kemiskinan dan kesulitan biaya selama saya kuliah sebelumnya tidak akan lagi saya rasakan. Tuhan, kau tunjukkan kuasamu padaku. Inilah buah dari semangat dan kerja keras ku selama ini. Kado terindah Tuhan yang tak ternilai harganya. Sebuah titik tolak perubahan. Ya, perubahan untuk menjadi manusia yang lebeih baik. Berhasil mebuktikan bahwa untuk mendapatkan sebuah pendidikan yang layak, tidak harus mahal. Belajar di kampus bertaraf internasional dengan gratis, dan tinggal di ibu kota. Yang katanya tempat setiap orang mewujudkan mimpi-mimpinya. Terselip doa disana, bahwa semoga ini adalah jalan yang terbaik untuk membanggakan orang tua. Sebuah keputusan untuk menaruhkan uang SPP untuk masadepan yang lebih baik terkabul. Kali ini saya menag taruhan. Pengalamn hidup yang baru akan segera dimulai. Jakarta, let us be friend!

Terimakasih SSE. Terimakasih PSF.

Yes, I am a scholarship holder :)))




Tidak ada komentar:

Posting Komentar