Peranan Modular Seating Arrangement (MSA) Dalam Meningkatkan Interaksi
Antar Siswa dan Siswa Terhadap Guru
Oleh: M. Iqbal Maulana
NIM: 2010120050
Kelas: D
STKIP - kebangkitan Nasional
Sampoerna School of Education Jakarta
2011
SD Antonius merupakan sekolah dasar swasta yang berada di daerah Matraman, Jakarta Timur. SD ini menjadi tempat dilakukannya program School Observation yang dilaksanakan selama delapan hari oleh Sampoerna School of Education Jakarta. Berdasarkan pengamatan yang didapat selama delapan hari itu, banyak sekali pelajaran, fenomena, dan aktifitas akademik yang dapat dijumpai. Diantaranya adalah beberapa siswa-siswi kelas empat, lima, dan enam mendapat penghargaan dari pihak sekolah dan yayasan karena memenangkan beberapa perlombaan baik tingkat kecamatan maupun kota, dan juga baik yang bersifat akademis maupun non akademis. Namun ternyata ditemukan hal yang berbeda dan cenderung berlawanan dengan prestasi siswa diluar sekolah ketika sedang melakukan proses pembelajaran di kelas. Tidak terlihat interaksi yang baik antara siswa yang satu dengan siswa yang lain dan terutama dengan guru yang sedang mengajar di kelas. Guru cenderung lebih memperhatikan dan berinteraksi terhadap siswa-siswa yang duduk di tempat duduk bagian depan, sedangkan siswa-siswi yang duduk di bagian belakang terkesan terabaikan. Perlu di ketahui bahwasanya susunan tempat duduk yang di gunakan di kelas tersebut adalah “Traditional Seating Arrangement” yang umumnya di pakai di sekolah-sekolah di Indonesia, yaitu dengan model berbaris berbanjar kebelakang dengan meja guru berada di depan pojok kanan atau pojok kiri kelas.
Berdasarkan pengamatan, masalah tidak terciptanya interaksi yang baik antara siswa ke siswa dan siswa ke guru adalah disebabkan Seating Arrangement model seperti ini, sehingga guru sering hanya terfokus dengan siswa yang duduk di bagian depan atau dengan siswa yang dianggap pintar didalam kelas. Adapun “Seating Arrangement” itu sendiri merupakan cara untuk pengaturan (penataan) meja dan kursi-kursi kelas atau furnitur yang ada di dalam kelas untuk membuat interaksi di dalam kelas menjadi lebih mudah (Resti, 2008). Oleh sebab itu dalam penelitian ini akan dicoba apabila susunan tempat duduk model seperti yang di terapkan di SD Santo Antonius diubah dengan model lain yang diterapkan di beberapa sekolah di Indonesia yang hasilnya dapat memudahkan interaksi siswa dan guru. Tujuan penelitian dengan mengubah seating arrangement yang dipakai oleh SD Santo Antonius adalah agar kelak guru-guru dapat menyusuaikan penataan tempat duduk siswa terhadap kekondusifan kelas selama proses pembelajaran, yang akan berpengaruh dengan meningkatnya keaktiffan dan interaksi antara siswa ke siswa dan terutama siswa ke guru.
Penelitian ini dilakukan dilakukan untuk membuat guru lebih peka terhadap keadaan kelasnya yang membutuhkan tipe penataan tempat duduk yang sesuai dengan kebutuhan siswa untuk membuat keadaan kelas kondusif dan terciptanya kondisi yang baik antara siswa terhadap siswa dan siswa terhadap guru. Penelitian ini akan terfokus kepada satu hal, yaitu bagaimana fungsi atau peranan penataan tempat duduk itu sendiri dalam meningkatakn interaksi siswa dan guru di kelas.
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwasanya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana MSA berperan dalam meningkatkan nteraksi antar siswa dan juga siswa terhadap guru. Peranan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah ketika suatu tindakan ataupun penggunaan yang diharapkan dimiliki, namun dapat didefinisikan juga sebagai bentuk keikutsertaan suatu hal pada hal tertentu (KBI, 2008).
Dalam dunia pendidikan kata-kata interaksi kerap kali terdengar. Istilah interaksi dapat didefinisikan sebagai partisipasi, tanya jawab, dan diskusi yang dilakukan oleh siswa dan guru di dalam kelas (Marx. A, 1999). Suatu kelas dapat dikatakan memiliki interaksi adalah kelas yang di dalam proses pembelajaranya terdapat partisipasi, tanya jawab, dan diskusi baik yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa maupun siswa terhadap guru.
Salah satu cara yang akan digunakan untuk meningkatkan interaksi siswa ke siswa terutama siswa ke guru adalah dengan menerapkan model penataan tempat duduk selain model “Traditional Seating Arrangement” yang umumnya diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia, yaitu dengan cara menggunakan “Modular Seating Arrangement”(yang selanjutnya akan disebut dengan MSA). Model seperti ini diharapkan akan memudahkan dan meningkatkan keaktifan suasana pembelajaran di kelas terutama untuk meningkatkan interaksi antara siswa ke siswa dan siswa ke guru. MSA adalah model penataan tempat duduk yang membentuk siswa duduk berkelompok. Misalnya, di dalam kelas satu beberapa meja di susun menjadi satu dan meja itu di kelilingi oleh beberapa kursi yang nantinya siswa akan duduk di kursi tersebut (McCorskey, 1990). Dengan kata lain di dalam kelas tersebut tempat duduk siswa akan disusun layaknya grup atau kelompok, misalnya satu meja yang telah disusun menjadi satu tersebut ditempati oleh lima sampai enam siswa. Dengan model tempat duduk seperti ini, siswa akan mudah berinteraksi dengan teman sekelompoknya, dan guru pun tidak akan terfokus ke satu murid saja melainkan akan terfokus ke semua murid.
Penataan tempat duduk (Seating Arrangement) adalah cara untuk mengatur ataupun menata meja dan kursi-kursi kelas atau furnitur yang ada di dalam kelas untuk membuat interaksi di dalam kelas menjadi efektif dalam pembelajaran (Resti, 2008). Beberapa teori mengemukakan bahwasanya ada tiga macam bentuk atau model penataan tempat duduk (Seating Arrangement) siswa di dalam kelas (McCorskey, 1990), yaitu Traditional Seating Arrangement, Horseshoe Arrangement dan Modular Seating Arrangement.
Traditional Seating Arrangement adalah penataan tempat duduk yang biasa dan umumnya digunakan di sekolah-sekolah di Indonesia, yaitu dengan menata tempat duduk siswa berbanjar (biasanya 5 sampai 6 banjar kebelakang) dengan meja guru berada didepan, pojok kanan, ataupun di pojok kiri tempat duduk siswa. Berdasarkan penelitian McCorskey, (1990) disebutkan bahwa model penataan tempat duduk seperti ini sangat menyulitkan siswa untuk berinteraksi dengan siswa yang lain, dan terlebih guru hanya terfokus terhadap murid tertentu. Misalnya, guru hanya terfokus terhadap murid yang ada di depan saja, sehingga murid yang ada di bagian belakang terbaikan.
Contoh Model Traditional Arrangement
Horseshoe (Seminar) Seating Arrangement penataan tempat duduk yang kedua ini adalah model penataan tempat duduk dengan menata tempat duduk siswa membentuk huruf U (hampir melingkar), dan meja guru berada di tengah-tengah tempat duduk siswa dan di kelilingi oleh tempat duduk siswa. Penataan model tempat duduk seperti ini kadang tidak dapat diterapkan di beberapa ruangan yang berukuran kecil, karena penataan tempat duduk seperti ini sangat memakan tempat dan spasi yang ada, Sehingga model tempat duduk seperti ini tidak efektif dan fleksibel disemua kelas.
Contoh gambar model Horseshoe (Seminar) Arrangement
MSA adalah penataan tempat duduk yang sangat jarang sekali digunakan di sekolah-sekolah di Indonesia, yaitu dengan menata tempat duduk siswa berkelompok. Misalnya, 6 siswa duduk bersamaan di satu meja seperti duduk di meja makan. Model penataan seperti ini sangat efektif untuk mebuat siswa berinteraksi dengan teman sekelasnya dan guru berperan sebagai fasilitator (McCorskey, 1990)
Contoh Modular Seating Arrangement

Dewasa ini beberapa fakta di lapangan juga masih terus menunjukan pentingnya peranan Seating Arrangement dalam meningkatkan interaksi siswa ke siswa dan siswa ke guru. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Evertson (2003) yang mengamati seorang siswa kelas tiga yang pendiam dan malu untuk berinteraksi bersama temanya dan terlebih untuk menanyakan pelajaran yang belum jelas kepada gurunya. Penataan tempat duduk yang digunakan oleh kelas tersebut adalah “Traditional Seating Arrangement” seperti yang sudah dijelaskan di teori sebelumnya, dan ia duduk di bangku paling depan. Hal ini yang diduga oleh guru penyebab ia tidak mau mencoba untuk berinteraksi bersama temanya dan juga kepada gurunya. Maka guru berinisiatif untuk merubah penataan tempat duduk menjadi “Conference Seating Arrangement” (sebutan lain untuk MSA). Dalam waktu enam minggu guru melihat perubahan yang signifikan dalam diri murid tersebut, ia mulai berinteraksi dan berdiskusi dengan temanya dan juga mulai mempertanyakan pelajaran-pelajaran yang kurang dimengerti kepada guru.
Contoh Conference Seating Arrangement
Penelitian berikutnya Brotherton, (2010) disebutkan bahwasanya untuk meningkatkan keaktifan siswa di kelas dilakukan dengan cara membiarkan siswa berdiskusi dengan teman sekelasnya namun dengan penataan tempat duduk yang sesuai juga. Dalam penelitian ini model penataan tempat duduk yang digunakan adalah MSA sehingga ini dapat meningkatkan moralitas, interaksi dan kerjasama yang baik diantara siswa (Brotherton, 2010). Dengan penataan tempat duduk seperti ini siswa yang satu dengan siswa yang lain akan saling bertatap-tatapan sehingga ini akan menciptakan interaksi yang baik diantara para siswa. Siswa akan merasa dihargai ketika dalam berdiskusi pendapat mereka didengarkan oleh teman dihadapan mereka dengan baik. Jadi, dengan menerapkan modular seating arrangement dalam kelas ini dapat meningkatkan interaksi sesama siswa dan moral sekaligus etika mereka dalam berdiskusi.
Metode Penelitian
Populasi
Dalam penelitian ini, peneliti mendefinisikan populasi menurut Sugiyono, (2009) yang menyebutkan bahwa populasi adalah wilayah yang dapat digeneralisasi dari objek yang memiliki sifat tertentu yang dapat diteliti dan disimpulkan. Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa kelas lima (V) A dan B SD Santo Antonius Jakarta.
Teknik Penentuan Partisipan
Dalam penelitian ini peneliti mengambil pertisipan dari kelas 5 (V) A dan B di SD santo Antonius yang berjumlah 60 siswa, karena siswa kelas ini dijumpai terjadinya kasus dimana yang sangat sesuai dengan tema penelitian ini. Siswa di kelas ini yang tidak mendapatkan perhatian serupa oleh guru yang diduga karena penggunaan “Traditional Seating Arrangement”.
Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yang menurut Sugiyono (2009) disebutkan bahwa pendekatan ini merupakan pendekatan yang bersifat ilmiah, objektif, terukur, sistematis, dan rasional, yang menggunakan data-data statistik berupa angka-angka.
Desain Penelitian
Quasi Experimental Design adalah suatu jenis desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan jenis desain ini karena menggunakan sampel yang sudah tersedia dan akan dilengkapi dengan pretest dan posttest, dan desain penelitian ini termasuk salah satu dari tipe Experimental Design (Jackson, 2010).
Dikarenakan penelitian ini menggunakan desain tersebut di atas maka penelitian ini menggunakan dua macam kelas yaitu kelas 5 (V) A dan B. setelah itu tiap-tiap kelas akan diberikan pretest atau observasi awal untuk mengetahui kondisi dan keadaan awal partisipan. Setelah mengetahui keadaan awal partisipan, tiap-tiap kelas akan diberikan perlakuan (treatment atau manipulated) yang berbeda. Dikatakan berbeda karena di kelas 5 (V) A akan diberikan treatment yaitu menggunakan dan menerapkan MDS dalam proses pembelajaran (tidak diterapkan dalam pelajaran olah-raga dan semacamnya yang tidak menggunakan kelas dan tampat duduk dalam proses pembelajaran), dan sedangkan di kelas 5 (V) B menggunakan “Traditional Seating Arrangement” yaitu menggunakan penataan tempat duduk sama seperti yang selama ini digunakan di semua kelas di SD Antonius. Setelah diberikan treatment yang berbeda, lalu dilanjutkan dengan pemberian posttest atau observasi yang terakhir untuk mengetahui keadaan partisipan setelah melakukan pretest dan treatment. Penggunaan pretest dan posttest dimaksudkan untuk mengetehui apakah adanya perubahan dari partisipan dalam penelitian ini.
Tabel Quasi Experimental Design
| Kelas 5 A | Kelas 5 B |
Pretest | P1 | P1 |
Treatment (manipulated) | MDS | TDS (-) |
Posttest | P2 | P2 |
Keterangan:
- P1 adalah pemberian pretest keadaan partisipan sebelum diberikan treatment.
- P2 adalah pemberian posttest keadaan akhir partisipan setelah diberikan treatment.
- MDS adalah perlakuan khusus atau pemberian treatment menggunakan Modular Seating Arrangement dalam proses pembelajaran.
- TDS (-) Adalah tidak adanya perlakuan khusus (tidak menggunakan MDS, melainkan tetap menggunakan “Traditional Seating Arrangement” seperti yang biasanya digunakan) di dalam proses pembelajaran.
Variabel Penelitian
Menurut Hatch dan Farhady, (1981) disebutkan bahwa variabel merupakan objek penelitian yang mempunyai variasi. Dalam penelitian ini digunakan terdapat dan terdapat dua variabel yaitu variabel bebas (Independent Variable) dan variabel terikat (Dependent Variable).
a. Variabel bebas (Independent Variable) dalam penelitian ini adalah penggunaan MDS di kelas yang nantinya akan mempengaruhi Interaksi di kelas. Adapun, variabel bebas menurut Sugiyono, (2009) adalah variabel yang mempengaruhi perubahan variabel terikat dan variabel ini dibuat berbeda.
b. Variabel terikat (Dependent Variable) menurut Sugiyono, (2009) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas (Independent Variable). Variabel terikat yang dipengaruhi oleh variabel bebas dalam penelitian ini adalah interaksi antar siswa dan siswa terhadap guru.
Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data diambil atau dikumpulkan dengan cara observasi langsung di kelas dan juga dengan menggunakan koesioner. Observasi dengan cara melihat langsung di tempat diadakanya penelitian, sedangkan koesioner akan diberikan kepada partisipan yang diteliti yaitu siswa kelas 5 (V) A dan B dan juga guru yang mengajar kelas tersebut. koesioner yang digunakan adalah bentuk koesioner campuran yaitu terdapat bentuk pertanyaan Close-Ended, Open-Ended, dan juga Five-Likert Scale. Untuk memperoleh validitas dan reabilitas dari instrument diatas maka digunakan juga bimbingan terhadap dosen pembimbing dalam melakukan penelitian ini. Koesioner ini diberikan setelah proses observasi dikelas selesai.
Andari, D. R. (2008, April 02). Classroom Seating Arrangement. Diakses 15 April 2011, dari A Study on Seating Arrangement: http://eprints.umm.ac.id/4229/
McCorskey, C. (1978). Seating and Classroom Arrangement. Diakses 15 April 2011, dari Proquest:http://proquest.umi.com/pqdweb?index=0&did=2191375651&SrchMode=1&sid=3&Fmt=3&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&VName=PQD&TS=1304484868&clientId=145697#indexing
Evertson, C. M., Emmer, E. T., & Worsham, M. E. (2003). Classroom Management for Elementary Teachers (6th Edition). Boston: Allyn and Bacon.
Marx, A. (2010, November 24). Classroom Management. Diakses 17 April 2011, dari Seating Arrangement Can Affect Student's Interaction and Morale: http://proquest.umi.com/pqdweb?SQ=seating+arrangement&date=ALL&onDate=&beforeDate=&afterDate=&fromDate=&toDate=&pubtitle=&author=&FT=0&AT=any&revType=review&revPos=all&STYPE=all&sortby=REVERSE_CHRON&RQT=305&querySyntax=PQ&searchInterface=1&moreOptState=CL