Senin, 27 Juni 2011

Artikel Pendidikan


Calon Guru = Calon Pengangguran

Belakangan ini, begitu banyak isu-isu pendidikan yang bertebaran di media masa dan tersebar luas ke masyarakat. Dari mulai mahalnya biaya pendidikan, sarana sekolah yang kurang memadai, dan peningkatan keprofesionalan guru. Salah satunya adalah PPG.  Program Pelatihan Profesional Guru (PPG) yang akan diterapkan pemerintah menuai banyak permasalahan. Program Pelatihan Profesional Guru (PPG) yang seharusnya menjadi titik tolak perubahan peningkatan kualitas calon guru di Indonesia, kini menjadi momok yang sangat menakutkan bagi mereka, karena program ini tidak banyak membawa keuntungan namun malah banyak membawa kerugian. PPG yang semula  dilakukan pemerintah untuk memberikan pelatihan dan pembekalan bagi calon guru, harus berakhir dengan protes dikalangan masyarakat dan terutama calon guru.
PPG yang mulai dicanangkan pemerintah adalah program pelatihan calon guru dalam jangka waktu selama satu tahun setelah para calon guru wisuda dari Universitas mereka masing-masing. Mereka akan diberikan keterampilan dan metode mengajar yang professional di dalam program ini. Hal ini bertujuan untuk sebagai langkah awal meningkatkan kualitas sumber daya guru di Indonesia. Program ini semula dinilai baik oleh masyarakat luas, Namun prosedur dan aturan main yang digunakan dinilai tidaklah sesuai dan fleksibel dilakukan di Indonesia.  Menurut para calon guru dan para pakar pendidikan program ini masih diragukan keberhasilanya. Mengapa hal ini bisa terjadi ?
Yang menjadi masalah pertama adalah program ini bisa diperuntukan bagi siapa saja (tidak harus berasal dari fakultas/perguruan tinggi pendidikan) (Dikti, 2010) asalkan mereka punya keinginan untuk menjadi guru. Dengan kata lain semua sarjana perguruan tinggi dapat ikut serta dalam program ini dan akhirnya mereka dapat menjadi guru. Yang sangat disayangkan adalah peserta pelatihan program ini sangatlah terbatas, yang notabenya tidak dapat mengkover dan memfasilitasi semua sarjana calon guru untuk mengikuti program tersebut. Kalau program ini berjalan demikian, lalu apa yang akan terjadi kepada sarjana calon guru?  
Yang kedua adalah pabila sarjana calon guru tersebut tidak mengikuti program ini mereka belum/tidak bisa menjalankan profesinya sebagai seorang guru di sekolah yang ingin mereka ajar. Untuk menampung semua sarjana calon guru saja program ini tidak cukup mampu, apalagi harus ditambah mereka (yang berasal dari Fakultas/Perguruan Tinggi non Pendidikan) akan ikut serta didalam program ini, yang tidak lain mereka pun bertujuan untuk menjadi seorang guru sesuai bidang yang mereka kuasai. Hal ini karena begitu minimnya lapangan pekerjaan di Indonesia yang tidak dapat menampung mereka didunia pekerjaan setelah mereka wisuda, dan akhirnya mereka memutuskan untuk menjadi guru karena profesi guru belakangan ini yang sangat diminati oleh kebanyakan orang dan memiliki prospek yang bagus.
Namun,fenomena meningkatnya mereka yang berasal dari non pendidikan yang ingin menjadi guru sangat berdampak negatif bagi mereka sarjana calon guru. Lebih parahnya adalah program ini sangat terbatas kuotanya yang mustahil dapat menamoung semua sarjana baik mereka yang berasal darim latar belakang pendidikan maupun non pendidikan. Misalnya apabila dalam kurun waktu satu tahun ada 18.000 calon guru diwisuda , dan kesempatan mereka untuk dapat diterima mengikuti program ini hanya 3000-5000 orang, lalu akan dikemanakan 13.000 sarjana lainya ? Menganggur, itulah jawaban yang pasti akan terjadi apabila program ini dilaksanakan. Apabila misalnya tiap tahun sarjana calon guru meningkat hingga 35% namun setelah wisuda hanya 10-15% yang hanya bisa mengikuti program ini dan akhirnya menjadi guru, sedangkan mereka telah menghabiskan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Mereka minimal harus menempuh 4 tahun untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan yang akhirnya nasib mereka tidak tentu mau kemana dan jadi apa.
Masalah yang berikutnya adalah semua sarjana calon guru baik yang berasal dari fakultas pendidikan maupun yang berasal dari non pendidikan mereka semua wajib mengikuti program ini terlebih dahulu, baru nantinya mereka bisa mendaftarkn diri mereka dan diakui menjadi guru oleh Diknas. Mungkin apabila program PPG ini tidaklah diwajibkan, masalah besar dan kontraversi ini tidaklah akan terjadi dikalangan masyarakat lebih tepatnya bagi mereka sarjana calon guru. Dengan kata lain, untuk menjadi seorang guru seperti yang dicita-citakan oleh mereka khususnya yang berasal dari fakultas pendidikan memiliki syarat yang lebih berat lagi yang sebelumnya tidak pernah seberat ini. Karir mereka untuk menjadi seorang guru menjadi terancam.
Bisa kita bayangkan nasib dan masa depan mereka para sarjana calon guru yang sudah sekian lama menempuh pendidikan mati-matian untuk mwujudkan cta-cita merka menjadi seorang guru yang bisa turut berkontribusi memajukan anak bangsa, harus terhalangi karena program PPG ini. Ini sama saja pemerintah tidak dapat menempatkan mereka pada tempatnya sesuai dengan semboyan “right man in the right place”. Program ini justru malah akan meningkatkan jumlah pengangguran di Indonesia yang akhirnya akan meningkatkan jumlah angka kemiskininan di Negara kita tercinta ini.
Keprofesionalan seorang guru yang selama ini diidam-idamkan oleh pemerintah nampaknya tidaklah dapat diselesaikan melalui jalan ini. Karena belum nampak tujuan yang jelas untuk kemajuan para nasib sarjana calon guru terutama mereka yang berasal dari fakultas pendidikan. Perlu adanya perbaikan disetiap sisi dan aturan main yang dijalankan dalam program ini agar program yang awalnya untuk menyelesaikan masalah malah akhirnya menimbulkan masalah besar yang baru. Perlu juga pemerintah menyesuaikan dengan kondisi sumber daya manusia khususnya sumber daya calon guru yang tiap tahunya meningkat dan meningkatnya permintaan calon guru di Indonesia agar nantinya program ini bisa sinkron dan seimbang dengan keadaan dan situasi di Indonesia.
Ada baiknya, pemerintah mulai mencanangkan program baru yang lebih fleksibel dan fair antara kebijakan yang diberikan pemerintah dengan objek sasaran yang ditujukan oleh pemerintah yaitu mereka para calon guru. Agar persepsi mereka bahwa calon menjadi guru adalah hal yang postif dan profesi yang menjajanjikan serta profesi yang sangat mulia tidak berubah menjadi profesi yang susah, sulit, dan membutuhkan ini itu untuk mencapainya. Dan juga menjadi sorang guru harus dibutuhkan keikhlasan dalam menjalaninya, dan apabila program ini terus dijalankan dengan aturan main yang berlaku saat ini, dikhawatirkan pola pikir mereka menjadi berubah dan tidak ada keikhlasan bagi mereka untuk menjalankan profesinya.
Begitu miris apabila fenomena terus terjadi dan berkelanjutan pada kita ataupun pada masayarakat dan juga para generasi muda calon guru (fresh graduate). Pemerintah seharusnya lebih jeli lagi dalam mencanangkan dan memutuskan suatu program, yang kiranya itu tidak membawa kemajuan bagi Indonesia namun membawa kesengsaraan bagi masyarakat. Atau mungkin pemerintah harus bisa lebih fleksibel dan merubah aturan main untuk bisa memfasilitasi semua calon guru agar mereka bisa mendapatkan hak-hak mereka setelah mereka wisuda, yaitu untuk menjadi seoarang guru, yang dapat berkontribusi memajukan pendidikan anak bangsa.

By : Muhammad Iqbal Maulana
2010120050
Section D

Text Pidato Pernikahan Annelies n Minke (Bumi Manusia Novel)


Asslamua’laikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh …,,

Yang Terhormat Bapak-Ibu hadirin dan Tamu Undangan ………
Di hari yang berbahagia ini tidak lupa saya memanjatkan Puja-Puji Syukur ke hadirat Allah dan Tuhan yang Maha Esa karena kita masih diberi kesehatan sehingga kita bisa berkumpul di sini untuk menghadiri pesta pernikahan ananda kami Agus alias Minke yang menyunting seorang gadis cantik Indo yang bernama Annelies.
Bapak-ibu hadirin yang berbahagia ……
Pada hari ini saya dapat menyampaikan bahwa hari ini adalah hari yang paling bahagia dalam hidup saya, karena pada hari ini saya dapat menyaksikan secara langsung jagoan saya, anak laki-laki kebanggaan saya setelah menamatkan sekolahnya di HBS dengan nilai yang baik dan sekarang telah menikah dengan seorang gadis yang cantik luar-biasa puteri dari nyai ontosoroh yaitu Annelies. Sungguh hari sepesial inilah yang sangat dinanti-nanti oleh seorang ibu di dunia ini.
Bapak-ibu hadirin yang berbahagia …….
Dalam kesempatan ini saya tidak akan panjang lebar untuk menyampaikan pidato saya, namun saya hanya akan menyampaikan beberapa pesan untuk anakku Agus dan Annelies yang menikah pada hari ini.
Yang seperti diajarkan oleh agama kita bahwasanya apabila kamu telah cukup, mampu dan siap maka menikahlah. Ada tiga hal yang di tekankan disini yaitu Cukup, Mampu, dan siap. Mengapa harus tiga hal ini ? karena menikah bukanlah hal yang main-main. Menikah merupakan kewajiban magi mereka yang memiliki tiga hal ini. Menikah berarti kalian akan mendirikan sebuah kerajaan dan istana baru yang dimana seorang raja dan ratu mampu menjalankan roda pemerintahan dan mengayomi masyarakatnya. Yang menjadi raja ataupun pemimpin disini bukan hanya seorang lelaki atau suami melainkan sang isteri pula. Karena setiap kalian adalah pemimpin dan kelak akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Tuhan kelak. Seorang suami harus mampu mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan kebutuhan anak-anak kalian kelak. Seorang suami harus mampu mengatur keluarga agar keluarga menjadi harmonis. Seorang suami adalah kepala keluarga yang menjadi panutan isteri dan anak-anak kalian. Seorang suami adalah pahlawan yang akan melindungi anak isteri kalian dari apapun. Sedangkan kewajiban isteri pun tidak berbeda jauh banyaknya dari seorang suami. Seorang isteri harus melayani suami, melayani dalam arti menyiapkan segala kebutuhan suami baik lahir maupun batin. Seorang isteri harus mengatur dan menjaga keuangan keluarga dan tidak boleh dipergunakan untuk hal-hal yang tidak berguna atau pemborosan melainkan tanpa adanya izin dari suami. Seorang isteri harus menjaga kepercayaan suami saat suami bekerja mencari nafkah tidak boleh menerima tamu lelaki yang bukan muhrim. Seorang isteri harus mampu mendidik anak di rumah dan tidak sebaiknya terlalu lama pergi keluar rumah.
Begitu banyak tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang suami dan isteri, oleh karena itu ketika hendak menikah maka kalian harus cukup, mampu dan siap. Cukup disini berarti kalian harus mempunyai umur yang cukup sehingga pemikiran kalian pun sudah cukup dewasa untuk memimpin sebuah kerjaan tadi. Yang kedua adalah mampu, yang berarti lelaki harus sudah mempunyai sumber penghasilan yang cukup untuk menghidupi memberikan sandang, pangan dan papan kepada keluarga, dan seorang isteri mampu melayani suami dan anak-anaknya dengan baik. Yang ketiga adalah siap, walaupun kalian sudah memiliki dua hal diatas namun kalian belum siap maka semuanya akan sia-sia. Siap lebih cenderung kepada niat kalian untuk menikah itu sendiri ketika kalian merasa mampu dan cukup.

Bapak-ibu hadirin, dan terutama anakku agus dan annelies yang berbahagia …..
Sebagai seorang ibu itulah pesan-pesan yang dapat saya sampaikan, apabila kalian menerapkannya insya Allah kalian menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warohmah. Ketika telah menikah jangan lupa untuk menengok kami yang sudah tua ini di kampung.
Semoga tuhan memberkati kalian dan kita semua, amin ……

Wassalaamua’laikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh ….

sampel mixed koesioner


Sampel Koesioner

Saya M. Iqbal Maulana mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris Sampoerna School of Education Jakarta, sangat membutuhkan pertolongan dan partisipasi anda. Saya sedang melakukan penelitian tentang penggunaan Modular Seating Arrangement di SD Santo Antonius Jakarta. Informasi dan partisipasi yang anda berikan sangat penting dan berharga sekali untuk kemajuan proses pembelajaran yang efektif di SD Santo Antonius ini.
Saya sangat memohon anda meluangkan sedikit waktu anda untuk mengisi koesioner yang tersedia dibawah ini. Tidak ada jawaban benar atau salah di dalam koesioner ini, saya hanya membutuhkan pemikiran dan pendapat anda dari pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. Saya akan menjamin kerahasiaan identitas anda sehinggan anda tidak perlu khawatir akan jawaban-jawaban pribadi anda. Terima kasih atas perhatian dan partisipasi anda semua.
Tentang Diri Anda
  1. Jenis kelamin
a.      Pria
b.      Wanita
  1. Usia
a.      8-9 tahun
b.      9-10 tahun
c.       10-12 tahun
  1. Kelas
a.      5 A
b.      5 B
Pertanyaan Koesioner
1.      Apakah pernah mendengar tentang istilah seating arrangement ?
a.      Ya
b.      Tidak
2.      Jika ya, apa yang anda ketahui tentang hal ini ?
Jawaban : ………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………
3.      Setelah kelas anda menggunakan salah satu model seating arrangement (Modular Seating Arrangement), apakah model tersebut memudahkan anda dalam proses pembelajaran di kelas?
a.      Ya
b.      Tidak
4.      Apakah guru di kelas anda ada yang pernah melakukan hal serupa yaitu mengubah seating arrangement di kelas anda ?
a.      Ya
b.      Tidak
5.      Jika ya, model seperti apa yang pernah digunakan ?
Jawaban : ………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………..
6.      Apakah anda setuju untuk menggunakan Modular Seating Arrangement untuk seterusnya (berikan alasan)?
Jawaban : ………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………..
7.      Menurut anda apakah kekurangan dari penggunaan seating arrangement di kelas anda ?
Jawaban : ………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………….
8.      Apakah menurut anda Modular Seating Arrangement dapat diterapkan di semua mata pelajaran (berikan alasan) ?
Jawaban : ………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………….

Proposal Penelitian (Rersearch Proposal)


Peranan Modular Seating Arrangement (MSA) Dalam Meningkatkan Interaksi
Antar Siswa dan Siswa Terhadap Guru





Oleh: M. Iqbal Maulana
NIM: 2010120050
Kelas: D








STKIP - kebangkitan Nasional
Sampoerna School of Education Jakarta
2011

SD Antonius merupakan sekolah dasar swasta yang berada di daerah Matraman, Jakarta Timur. SD ini menjadi tempat dilakukannya program School Observation yang dilaksanakan selama delapan hari oleh Sampoerna School of Education Jakarta. Berdasarkan pengamatan yang didapat selama delapan hari itu, banyak sekali pelajaran, fenomena, dan aktifitas akademik yang dapat        dijumpai. Diantaranya adalah beberapa siswa-siswi kelas empat, lima, dan enam mendapat penghargaan dari pihak sekolah dan yayasan karena memenangkan beberapa perlombaan baik tingkat kecamatan maupun kota, dan juga baik yang bersifat akademis maupun non akademis. Namun ternyata ditemukan hal yang berbeda dan cenderung berlawanan dengan prestasi siswa diluar sekolah ketika sedang melakukan proses pembelajaran di kelas. Tidak terlihat interaksi yang baik antara siswa yang satu dengan siswa yang lain dan terutama dengan guru yang sedang mengajar di kelas. Guru cenderung lebih memperhatikan dan berinteraksi terhadap siswa-siswa yang duduk di tempat duduk bagian depan, sedangkan siswa-siswi yang duduk di bagian belakang terkesan terabaikan. Perlu di ketahui bahwasanya susunan tempat duduk yang di gunakan di kelas tersebut adalah “Traditional Seating Arrangement” yang umumnya di pakai di sekolah-sekolah di Indonesia, yaitu dengan model berbaris berbanjar kebelakang dengan meja guru berada di depan pojok kanan atau pojok kiri kelas.
Berdasarkan pengamatan, masalah tidak terciptanya interaksi yang baik antara siswa ke siswa dan siswa ke guru adalah disebabkan Seating Arrangement model seperti ini, sehingga guru sering hanya terfokus dengan siswa yang duduk di bagian depan atau dengan siswa yang dianggap pintar didalam kelas. Adapun “Seating Arrangement” itu sendiri merupakan cara untuk pengaturan (penataan) meja dan kursi-kursi kelas atau furnitur yang ada di dalam kelas untuk membuat interaksi di dalam kelas menjadi lebih mudah (Resti, 2008). Oleh sebab itu dalam penelitian ini akan dicoba apabila susunan tempat duduk model seperti yang di terapkan di SD Santo Antonius diubah dengan model lain yang diterapkan di beberapa sekolah di Indonesia yang hasilnya dapat memudahkan interaksi siswa dan guru. Tujuan penelitian dengan mengubah seating arrangement yang dipakai oleh SD Santo Antonius adalah agar kelak guru-guru dapat menyusuaikan penataan tempat duduk siswa terhadap kekondusifan kelas selama proses pembelajaran, yang akan berpengaruh dengan meningkatnya keaktiffan dan interaksi antara siswa ke siswa dan terutama siswa ke guru.
Penelitian ini dilakukan dilakukan untuk membuat guru lebih peka terhadap keadaan kelasnya yang membutuhkan tipe penataan tempat duduk yang sesuai dengan kebutuhan siswa untuk membuat keadaan kelas kondusif dan terciptanya kondisi yang baik antara siswa terhadap siswa dan siswa terhadap guru. Penelitian ini akan terfokus kepada satu hal, yaitu bagaimana fungsi atau peranan penataan tempat duduk itu sendiri dalam meningkatakn interaksi siswa dan guru di kelas.
Seperti yang telah disebutkan diatas bahwasanya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana MSA berperan dalam meningkatkan nteraksi antar siswa dan juga siswa terhadap guru. Peranan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah ketika suatu tindakan ataupun penggunaan yang diharapkan dimiliki, namun dapat didefinisikan juga sebagai bentuk keikutsertaan suatu hal pada hal tertentu (KBI, 2008).
Dalam dunia pendidikan kata-kata interaksi kerap kali terdengar. Istilah interaksi dapat didefinisikan sebagai partisipasi, tanya jawab, dan diskusi yang dilakukan oleh siswa dan guru di dalam kelas (Marx. A, 1999). Suatu kelas dapat dikatakan memiliki interaksi adalah kelas yang di dalam proses pembelajaranya terdapat partisipasi, tanya jawab, dan diskusi baik yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa maupun siswa terhadap guru.
Salah satu cara yang akan digunakan untuk meningkatkan interaksi siswa ke siswa terutama siswa ke guru adalah dengan menerapkan model penataan tempat duduk selain model “Traditional Seating Arrangement” yang umumnya diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia, yaitu dengan cara menggunakan Modular Seating Arrangement”(yang selanjutnya akan disebut dengan MSA). Model seperti ini diharapkan akan memudahkan dan meningkatkan keaktifan suasana pembelajaran di kelas terutama untuk meningkatkan interaksi antara siswa ke siswa dan siswa ke guru. MSA adalah  model penataan tempat duduk yang membentuk siswa duduk berkelompok. Misalnya, di dalam kelas satu beberapa meja di susun menjadi satu dan meja itu di kelilingi oleh beberapa kursi yang nantinya siswa akan duduk di kursi tersebut (McCorskey,  1990). Dengan kata lain di dalam kelas tersebut tempat duduk siswa akan disusun layaknya grup atau kelompok, misalnya satu meja yang telah disusun menjadi satu tersebut ditempati oleh lima sampai enam siswa. Dengan model tempat duduk seperti ini, siswa akan mudah berinteraksi dengan teman sekelompoknya, dan guru pun tidak akan terfokus ke satu murid saja melainkan akan terfokus ke semua murid.
Penataan tempat duduk (Seating Arrangement) adalah cara untuk mengatur ataupun menata meja dan kursi-kursi kelas atau furnitur yang ada di dalam kelas untuk membuat interaksi di dalam kelas menjadi efektif dalam pembelajaran (Resti, 2008). Beberapa teori mengemukakan bahwasanya ada tiga macam bentuk atau model penataan tempat duduk (Seating Arrangement) siswa di dalam kelas (McCorskey, 1990), yaitu Traditional Seating Arrangement, Horseshoe Arrangement dan Modular Seating Arrangement.
Traditional Seating Arrangement adalah penataan tempat duduk yang biasa dan umumnya digunakan di sekolah-sekolah di Indonesia, yaitu dengan menata tempat duduk siswa berbanjar (biasanya 5 sampai 6 banjar kebelakang) dengan meja guru berada didepan, pojok kanan, ataupun di pojok kiri tempat duduk siswa. Berdasarkan penelitian McCorskey, (1990) disebutkan bahwa model penataan tempat duduk seperti ini sangat menyulitkan siswa untuk berinteraksi dengan siswa yang lain, dan terlebih guru hanya terfokus terhadap murid tertentu. Misalnya, guru hanya terfokus terhadap murid yang ada di depan saja, sehingga murid yang ada di bagian belakang terbaikan.

Contoh Model Traditional Arrangement
Horseshoe (Seminar) Seating Arrangement penataan tempat duduk yang kedua ini adalah model penataan tempat duduk dengan menata tempat duduk siswa membentuk huruf U (hampir melingkar), dan meja guru berada di tengah-tengah tempat duduk siswa dan di kelilingi oleh tempat duduk siswa. Penataan model tempat duduk seperti ini kadang tidak dapat diterapkan di beberapa ruangan yang berukuran kecil, karena penataan tempat duduk seperti ini sangat memakan tempat dan spasi yang ada, Sehingga model tempat duduk seperti ini tidak efektif dan fleksibel disemua kelas.
Contoh gambar model  Horseshoe (Seminar) Arrangement

MSA adalah  penataan tempat duduk yang sangat jarang sekali digunakan di sekolah-sekolah di Indonesia, yaitu dengan menata tempat duduk siswa berkelompok. Misalnya, 6 siswa duduk bersamaan di satu meja seperti duduk di meja makan. Model penataan seperti ini sangat efektif untuk mebuat siswa berinteraksi dengan teman sekelasnya dan guru berperan sebagai fasilitator (McCorskey, 1990)

Contoh  Modular Seating Arrangement

Dewasa ini beberapa fakta di lapangan juga masih terus menunjukan pentingnya peranan Seating Arrangement dalam meningkatkan interaksi siswa ke siswa dan siswa ke guru. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Evertson (2003) yang mengamati seorang siswa kelas tiga yang pendiam dan malu untuk berinteraksi bersama temanya dan terlebih untuk menanyakan pelajaran yang belum jelas kepada gurunya. Penataan tempat duduk yang digunakan oleh kelas tersebut adalah “Traditional Seating Arrangement” seperti yang sudah dijelaskan di teori sebelumnya, dan ia duduk di bangku paling depan. Hal ini yang diduga oleh guru penyebab ia tidak mau mencoba untuk berinteraksi bersama temanya dan juga kepada gurunya. Maka guru berinisiatif untuk merubah penataan tempat duduk menjadi “Conference Seating Arrangement” (sebutan lain untuk MSA). Dalam waktu enam minggu guru melihat perubahan yang signifikan dalam diri murid tersebut, ia mulai berinteraksi dan berdiskusi dengan temanya dan juga mulai mempertanyakan pelajaran-pelajaran yang kurang dimengerti kepada guru.
Contoh Conference Seating Arrangement
Penelitian berikutnya Brotherton, (2010) disebutkan bahwasanya untuk meningkatkan keaktifan siswa di kelas dilakukan dengan cara membiarkan siswa berdiskusi dengan teman sekelasnya namun dengan penataan tempat duduk yang sesuai juga. Dalam penelitian ini model penataan tempat duduk yang digunakan adalah MSA sehingga ini dapat meningkatkan moralitas, interaksi dan kerjasama yang baik diantara siswa (Brotherton, 2010). Dengan penataan tempat duduk seperti ini siswa yang satu dengan siswa yang lain akan saling bertatap-tatapan sehingga ini akan menciptakan interaksi yang baik diantara para siswa. Siswa akan merasa dihargai ketika dalam berdiskusi pendapat mereka didengarkan oleh teman dihadapan mereka dengan baik. Jadi, dengan menerapkan modular seating arrangement dalam kelas ini dapat meningkatkan interaksi sesama siswa dan moral sekaligus etika mereka dalam berdiskusi.



Metode Penelitian
            Populasi
            Dalam penelitian ini, peneliti mendefinisikan populasi menurut Sugiyono, (2009) yang menyebutkan bahwa populasi adalah wilayah yang dapat digeneralisasi dari objek yang memiliki sifat tertentu yang dapat diteliti dan disimpulkan. Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa kelas lima (V) A dan B SD Santo Antonius Jakarta.
Teknik Penentuan Partisipan
Dalam penelitian ini peneliti mengambil pertisipan dari kelas 5 (V) A dan B di SD santo Antonius yang berjumlah 60 siswa, karena siswa kelas ini dijumpai terjadinya kasus dimana yang sangat sesuai dengan tema penelitian ini. Siswa di kelas ini yang tidak mendapatkan perhatian serupa oleh guru yang diduga karena penggunaan “Traditional Seating Arrangement”.
Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yang menurut Sugiyono (2009) disebutkan bahwa pendekatan ini merupakan pendekatan yang bersifat ilmiah, objektif, terukur, sistematis, dan rasional, yang menggunakan data-data statistik berupa angka-angka.
Desain Penelitian
Quasi Experimental Design adalah suatu jenis desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan jenis desain ini karena menggunakan sampel yang sudah tersedia dan akan dilengkapi dengan pretest dan posttest, dan desain penelitian ini termasuk salah satu dari tipe Experimental Design (Jackson, 2010).
Dikarenakan penelitian ini menggunakan desain tersebut di atas maka penelitian ini menggunakan dua macam kelas yaitu kelas 5 (V) A dan B. setelah itu tiap-tiap kelas akan diberikan pretest atau observasi awal untuk mengetahui kondisi dan keadaan awal partisipan. Setelah mengetahui keadaan awal partisipan, tiap-tiap kelas akan diberikan perlakuan (treatment atau manipulated) yang berbeda. Dikatakan berbeda karena di kelas 5 (V) A akan diberikan treatment yaitu menggunakan dan menerapkan MDS dalam proses pembelajaran (tidak diterapkan dalam pelajaran olah-raga dan semacamnya yang tidak menggunakan kelas dan tampat duduk dalam proses pembelajaran), dan sedangkan di kelas 5 (V) B menggunakan “Traditional Seating Arrangement” yaitu menggunakan penataan tempat duduk sama seperti yang selama ini digunakan di semua kelas di SD Antonius. Setelah diberikan treatment yang berbeda, lalu dilanjutkan dengan pemberian posttest atau observasi yang terakhir untuk mengetahui keadaan partisipan setelah melakukan pretest dan treatment. Penggunaan pretest dan posttest dimaksudkan untuk mengetehui apakah adanya perubahan dari partisipan dalam penelitian ini.
Tabel Quasi Experimental Design

Kelas 5 A
Kelas 5 B
Pretest
P1
P1
Treatment (manipulated)
MDS
TDS (-)
Posttest
P2
P2

Keterangan:
-          P1 adalah pemberian pretest keadaan partisipan sebelum diberikan treatment.
-          P2 adalah pemberian posttest keadaan akhir partisipan setelah diberikan treatment.
-          MDS adalah perlakuan khusus atau pemberian treatment menggunakan Modular Seating Arrangement dalam proses pembelajaran.
-          TDS (-) Adalah tidak adanya perlakuan khusus (tidak menggunakan MDS, melainkan tetap menggunakan “Traditional Seating Arrangement” seperti yang biasanya digunakan) di dalam proses pembelajaran.



Variabel Penelitian
Menurut Hatch dan Farhady, (1981) disebutkan bahwa variabel merupakan objek penelitian yang mempunyai variasi. Dalam penelitian ini digunakan terdapat dan terdapat dua variabel yaitu variabel bebas (Independent Variable) dan variabel terikat (Dependent Variable).
a.       Variabel bebas (Independent Variable) dalam penelitian ini adalah penggunaan MDS di kelas yang nantinya akan mempengaruhi Interaksi di kelas. Adapun, variabel bebas menurut Sugiyono, (2009) adalah variabel yang mempengaruhi perubahan variabel terikat dan variabel ini dibuat berbeda.
b.      Variabel terikat (Dependent Variable) menurut Sugiyono, (2009) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas (Independent Variable). Variabel terikat yang dipengaruhi oleh variabel bebas dalam penelitian ini adalah interaksi antar siswa dan siswa terhadap guru.
Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data diambil atau dikumpulkan dengan cara observasi langsung di kelas dan juga dengan menggunakan koesioner. Observasi dengan cara melihat langsung di tempat diadakanya penelitian, sedangkan koesioner akan diberikan kepada partisipan yang diteliti yaitu siswa kelas 5 (V) A dan B dan juga guru yang mengajar kelas tersebut. koesioner yang digunakan adalah bentuk koesioner campuran yaitu terdapat bentuk pertanyaan Close-Ended, Open-Ended, dan juga Five-Likert Scale. Untuk memperoleh validitas dan reabilitas dari instrument diatas maka digunakan juga bimbingan terhadap dosen pembimbing dalam melakukan penelitian ini. Koesioner ini diberikan setelah proses observasi dikelas selesai.







Daftar Pustaka
Andari, D. R. (2008, April 02). Classroom Seating Arrangement. Diakses 15 April 2011, dari A Study on Seating Arrangement: http://eprints.umm.ac.id/4229/
McCorskey, C. (1978). Seating and Classroom Arrangement. Diakses 15 April 2011, dari   Proquest:http://proquest.umi.com/pqdweb?index=0&did=2191375651&SrchMode=1&sid=3&Fmt=3&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&VName=PQD&TS=1304484868&clientId=145697#indexing
Evertson, C. M., Emmer, E. T., & Worsham, M. E. (2003). Classroom Management for Elementary Teachers (6th Edition). Boston: Allyn and Bacon.
Marx, A. (2010, November 24). Classroom Management. Diakses 17 April 2011, dari Seating   Arrangement Can Affect Student's Interaction and Morale: http://proquest.umi.com/pqdweb?SQ=seating+arrangement&date=ALL&onDate=&beforeDate=&afterDate=&fromDate=&toDate=&pubtitle=&author=&FT=0&AT=any&revType=review&revPos=all&STYPE=all&sortby=REVERSE_CHRON&RQT=305&querySyntax=PQ&searchInterface=1&moreOptState=CL