Senin, 31 Oktober 2016

"SAYA PENDIDIK YANG (MASIH) GAGAL"


Sepulangnya saya setelah menghantarkan si cinta ke rumahnya di bilangan Jatiwarna, menyusuri tepian jalanan Tol Jor ke arah Pasar Rebo-Pondok Indah, ada satu hal yang sangat menusuk-nusuk hati saya. Pedih dan sakit sekali. Membuat saya merenung sepanjang jalan pulang, dan tak terasa bulir-bulir air mata tak dapat saya bendung.
Masih memacu sepeda motor CS1 saya dengan kecepatan setandar, tiba-tiba dari arah belakang saya terdengar rentetan klakson sepeda motor, diiringi suara knalpot motor yang teramat bising, dan suara-suara teriakan-teriakan tak enak didengar mendahului saya dengan semberono tanpa hati-hati. Setelah saya perhatikan, ternyata mereka adalah segerombolan jama'ah pengajian yang hendak menuju masjid tempat dimana pengajian diadakan malam ini. Tidak ada helm di kepala mereka melainkan kopiah putih, jauh dari kata aman untuk berkendara. Ditambah lagi, sepeda motor mereka iring-iringan dan ugal-ugalan tanpa memikirkan keselamatan mereka sendiri dan pengguna jalan yang lain. Mirisnya, sebagian besar mereka masih dibawah umur. Yah, kira-kira mereka masih berusia 13-16 tahunan.
Kemudian saya bertanya, tidakkah orang tua mereka di rumah mengetahui perbuatan anak-anak mereka ini? Tidakkah guru-gurunya di sekolah mengajarkan disiplin dan tertib di jalanan? Tidak main-main, sudah banyak nyawa terenggut akibat kecelakaan di jalan raya. Dan mereka, para pelajar dibawah umur, sedang berjumawa dan bangga menggunakan atribut keagamaan mereka dan melalaikan atribut di jalan raya. Beginikah nasib pendidikan kita? Beginikah buah hasil pendidikan yang mereka kenyam di sekolah? Tidakkah guru-guru mereka (dan kita para guru) merasa berdosa melihat mereka, calon pemimpin masa depan bangsa mengacuhkan kedisiplinan dan menaruhkan nyawa mereka?
Wahai para guru, lihatlah anak-anak didikmu itu. Jika hanya mengajarkan materi pelajaran, saya pikir guru les privat saja sudah cukup. Tugas kalian dan kita tidak hanya itu. Buat apa pintar matematika tapi tak melanggar aturan lalu lintas, buat apa pintar agama tapi menzolimi orang lain, dan buat apa pintar Bahasa Inggris namun tidak memiliki SIM saat berkendara?
Wahai para guru, anak-anak didikmu itu adalah titipan Yang Kuasa. Mereka amanahmu. Tujuan mereka ada didalam kelasmu adalah untuk "menjadi" MANUSIA, bukan hanya pintar matematika. Mari sama-sama kita berintrospeksi, guru macam apakah kita ini? Saya akui, saya gagal. Saya gagal. Saya gagal, jika ini terus berlanjut dan lebih parah lagi jika terus menyebar luas. Saya masih menjadi guru yang GAGAL.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar